skip to main |
skip to sidebar
6:49 PM
Unknown
No comments
Menjadi manusia yang ikhlas dan pasrah dalam menjalani hidup dan
ketentuan transendental merupakan salah satu konsep Islam yang penting.
Apapun yang dikerjakan umat Muslim untuk kebaikan, termasuk menjalankan
perintah Allah dan menghentikan larangan-Nya, haruslah dijalani dengan
ikhlas, seperti disampaikan Allah dalam Surat (4) An Nisaa' ayat 125: Dan
siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan.
Sikap hidup yang ikhlas membuat batin menjadi kaya dan hidup lebih
enteng untuk dijalani. lkhlas mencerminkan adanya kesadaran atau kemauan
untuk mengerjakan segala sesuatu dengan maksimal dan melakukan
introspeksi untuk perbaikan-betapapun beratnya beban yang harus
dipikul. Secara spiritual, ikhlas merupakan sikap dan perilaku manusia
dengan kecerdasan transendental yang tinggi.
Bilamana sikap ikhlas benar-benar dijalani, maka manusia harus pasrah
menerima hasilnya. Pasrah dalam pengertian ini tidak seperti pemahaman
sempit yang selama ini dianut mayoritas umat. Kebanyakan umat bersikap
pasrah saja, padahal mereka belum berbuat secara maksimal menggunakan
segala potensi akal-budi dan cara yang diridhai Allah. Sikap pasrah
hanya bisa muncul bilamana seluruh potensi akal-budi, ikhtiar, dan doa
telah dimanfaatkan secara maksimal untuk mencapai tujuan. Apapun
hasilnya, sesuai keinginan atau tidak, selayaknya hal itu wajib diterima
tanpa banyak menyalahkan pihak lain: Tuhan, orang lain, keadaan, dan
sebagainya.
Allah telah mengingatkan sikap kaum Muslim dalam menerima hasil dari
setiap doa dan ikhtiarnya dalam Surat (57) Al-Hadid ayat 23: Agar
kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan tidak
pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri.
Seperti telah disinggung dalam tulisan terdahulu, esensi dari ketakwaan
adalah keberhasilan manusia melewati berbagai cobaan dalam hidupnya.
Allah akan memberikan cobaan kepada siapa saja, apalagi terhadap
orang-orang yang mengaku beriman, seperti difirmankan Allah dalam Surat
(29) Al Ankabuut ayat 2: Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) rnengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
Sungguh berat untuk menjadi orang yang beriman karena Allah tidak
main-main dalam menguji mereka. Perhatikan ayat Allah Surat (2) Al
Baqarah ayat 155: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadanya
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar.
Ujian kesabaran dan ketakwaan sedemikian banyak wujudnya dan juga berat.
Ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa (keluarga meninggal),
sakit, fitnah, iri dengki, penghinaan, dan sebagainya. Dalam Surat (63)
Al Munaafiquun ayat 9 Allah juga memperingatkan manusia tentang cobaan
yang disebabkan oleh harta yang melimpah dan anak-anak: Hai
orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian
maka mereka itulah orang-orang yang rugi.
Kelebihan harta sangat mudah menyesatkan manusia. Pun kasih sayang
berlebihan terhadap anak-anak bisa berbuah mudharat terhadap anak-anak
itu sendiri di samping tidak mendidik dan melalaikan manusia untuk
mengingatAllah. Keinginan memperturutkan keinginan anak-anak tanpa
kendali akan menjadikan manusia bekerja terlalu keras dan melupakan
ibadah serta menabrak pagar aturan yang ada. Banyak sekali contoh hal
ini yang kita temukan di dalam lingkungan kehidupan masing-masing. Wajar
bila Allah memperingatkan hat ini secara khusus.
Cobaan dan musibah akan senantiasa menimpa umat Muslim. Satu hal yang
pasti, semuanya itu datang dari Allah, yang bisa kita baca dari Surat
(64) At Taghaabun ayat 11: Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa
seseorang kecuali dengan izin Allah. Dan barangsiapa yang beriman kepada
Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu.
Semakin tinggi kualitas ketakwaan seseorang, semakin berat pula cobaan
yang dihadapi. Ujian demi ujian itu akan menentukan apakah manusia
tergolong umat yang bertakwa atau tidak. Sebagian kecil manusia mungkin
lulus dari ujian demi ujian itu, tetapi sebagian besar gagal menggapai
derajat ketakwaan yang lebih tinggi. Mereka yang lulus memperoleh
petunjuk dari Allah dengan tetap sabar sembari mengambil hikmah dari
setiap ujian yang harus dilalui. Perhatikan firman Allah dalam Surat (2)
Al Baqarah ayat 45 dan 46: Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali
bagi orang-orang yang khusyu'. (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa
mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepadaNya.
Bagi mereka yang bertakwa, cobaan hidup dipandang sebagai satu hal yang
patut disyukuri karena dengan demikian Allah masih sayang kepada kita.
lngat Surat (64) At Taghaabun ayat 11 di atas, bahwa semua musibah
datangnya dari Allah jua - bukan dari siapa-siapa. Simak pula Hadis Nabi
Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Al Hakim dan lain-lain: Sesungguhnya
Allah Ta'ala akan (mendatangkan) cobaan bagi onang mukmin dan tiadalah
(maksud) cobaan-Nya itu melainkan sebagai kemuliaan baginya.
Kecuali menentukan ujian dan siapa yang memperoleh ujian tersebut,
Allah telah menyatakan bahwa pada dasarnya ujian yang dibebankan kepada
seseorang disesuaikan dengan kesanggupan orang itu, sebagaimana firman
Allah dalam Surat (23) Al Mu'minuun ayat 62: Kami tidak membebani
seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu
kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya.
Firman Allah ini perlu kita camkan baik-baik karena manusia cenderung
merasa setiap cobaan yang diberikan Allah terlalu berat untuk dipikul.
Ayat Al Quran di atas menegaskan persepsi manusia itu salah besar.
Pertama, persepsi bahwa cobaan itu terlalu berat untuk dipikul pada
akhirnya menjadi keyakinan akal-budi sehingga cobaan itu akhirnya
benar-benar berat adanya. Dengan sendirinya, daya dukung individu
terhadap cobaan itu sudah melemah, bahkan sebelum cobaan itu mencapai
titik puncaknya.
Kedua, meskipun sebetulnya setiap manusia dibekali kesanggupan untuk
menerima cobaan itu, namun rendahnya kesadaran diri dan ketakwaan
menyebabkan cara manusia menyikapi dan menjalani cobaan tidak pernah
ikhlas dan pasrah. Tidak pernah muncul kesadaran diri bahwa cobaan
datang dari Allah untuk menguji kesabaran dan ketakwaan kita dengan
berusaha mengambil hikmahnya. Oleh sebab itu, jalan yang dipilih tidak
lagi jalan yang penuh berkah dan keselamatan, melainkan-sebaliknya
-jalan pintas yang akan menyengsarakan karena melenceng dari aturan
transendental.
Dalam menghadapi setiap cobaan, kita harus yakin akan janji Allah di
atas, bahwa beban diberikan-Nya kepada manusia sudah disesuaikan dengan
kesanggupan manusia itu sendiri. Adalah tugas manusia untuk merespons
cobaan itu dengan sikap dan perilaku yang sesuai dengan jalan Allah.
Karena apa? Karena Allah telah menegaskan dalam Surat (94) Al Insyirah
ayat 5: Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah, mereka yakin sepenuhnya
bahwa tidak selamanya kesulitan itu akan terjadi bila ditanggapi dengan
benar menurut aturan Allah. Kesulitan itu akan ada akhirnya, dan akan
berganti dengan kemudahan. Sikap ikhlas dan pasrah menjalani ujian akan
memperoleh bayaran yang setimpal dari Allah SWT. Kita dilarang Allah
untuk bersedih atau bahkan terpuruk dan salah jalan menyikapi setiap
ujian dari Allah. Ingat firman Allah dalam Surat (3) Ali Imran 139: Janganlah
kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal
kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu
orang-orang yang beriman.
Tegar, sabar, terus berikhtiar, berdoa, bersyukur serta pasrah menerima
ketentuanNya, sungguh mulia mereka yang berhasil mendapatkan resep utama
kebahagiaan dunia-akhirat tersebut. Sebab, Allah telah berjanji dalam
Surat (16) An Nahl ayat 110:
Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah
sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar;
sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benarMaha Pengampun lagi Maha
Penyayang
Posted in: Religi
Email This
BlogThis!
Share to Facebook
0 comments:
Post a Comment