Tuesday, September 30, 2014

Pendidikan Anak Dalam Islam

oleh : Yusuf Muhammad Al-Hasan Dan orang-orang yang berkata : "Ya Tuhan
h kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." ( QS. Al-Furqan : 74 ) Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At Tahrim: 6 ). "Apabila manusia mati maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu bermanfaat, atau anak shaleh yang mendo'akannya." (HR. Muslim, dari Abu Hurairah) PENDAHULUAN Segala puji milik Allah Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasul termulia, kepada keluarga dan para sahabatnya. Seringkali orang mengatakan: "Negara ini adikuasa, bangsa itu mulia dan kuat, tak ada seorangpun yang berpikir mengintervensi negara tersebut atau menganeksasinya karena kedigdayaan dan keperkasaannya" . Dan elemen kekuatan adalah kekuatan ekonomi, militer, teknologi dan kebudayaan. Namun, yang terpenting dari ini semua adalah kekuatan manusia, karena manusia adalah sendi yang menjadipusat segala elemen kekuatan lainnya. Tak mungkin senjata dapat dimanfaatkan, meskipun canggih, bila tidak ada orang yang ahli dan pandai menggunakannya. Kekayaan, meskipun melimpah, akan menjadi mubadzir tanpa ada orang yang mengatur dan mendaya-gunakannya untuk tujuan-tujuan yang bermanfaat. Dari titik tolak ini, kita dapati segala bangsa menaruh perhatian terhadap pembentukan individu, pengembangan sumber daya manusia dan pembinaan warga secara khusus agar mereka menjadi orang yang berkarya untuk bangsa dan berkhidmat kepada tanah air. Sepatutnya umat Islam memperhatikan pendidikan anak dan pembinaan individu untuk mencapai predikat "umat terbaik", sebagaimana dinyatakan Allah 'Azza Wa lalla dalam firman-Nya: "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dariyang munkar... ". (Surah Ali Imran : 110). Dan agar mereka membebaskan diri dari jurang dalam yang mengurung diri mereka, sehingga keadaan mereka dengan umat lainnya seperti yang beritakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam : "Hampir saja umat-umat itu mengerumuni kalian bagaikan orang-orang yang sedang makan berkerumun disekitar nampan.". Ada seorang yang bertanya: "Apakah karena kita berjumlah sedikit pada masa itu?" Jawab beliau: "Bahkan kalian pada masa itu berjumlah banyak, akan tetapi kalian bagaikan buih air bah. Allah niscaya mencabut dari hati musuh kalian rasa takut kepada kalian, dan menanamkan rasa kelemahan dalam dada kalian". Seorang bertanya: "Ya Rasulullah, apakah maksud kelemahan itu?" Jawab beliau: "Yaitu cinta kepada dunia dan enggan mati". PERANAN KELUARGA DALAM ISLAM Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non-Islam. Karerena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya. Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya. Musuh-musuh Islam telah menyadari pentingya peranan keluarga ini. Maka mereka pun tak segan-segan dalam upaya menghancurkan dan merobohkannya. Mereka mengerahkan segala usaha ntuk mencapai tujuan itu. Sarana yang mereka pergunakan antara lain: 1. Merusak wanita muslimah dan mempropagandakan kepadanya agar meninggallkan tugasnya yang utama dalam menjaga keluarga dan mempersiapkan generasi. 2. Merusak generasi muda dengan upaya mendidik mereka di tempat-tempat pengasuhan yang jauh dari keluarga, agar mudah dirusak nantinya. 3. Merusak masyarakat dengan menyebarkan kerusakan dan kehancuran, sehingga keluarga, individu dan masyarakat seluruhnya dapat dihancurkan. Sebelum ini, para ulama umat Islam telah menyadari pentingya pendidikan melalui keluarga. Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan: "Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari akherat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang temak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa." TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM Banyak penulis dan peneliti membicarakan tentang tujuan pendidikan individu muslim. Mereka berbicara panjang lebar dan terinci dalam bidang ini, hal yang tentu saja bermanfaat. Apa yang mereka katakan kami ringkaskan sebagai berikut: " Nyatalah bahwa pendidikan individu dalam islam mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu, yaitu: menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan tak perlu dinyatakan lagi bahwa totalitas agama Islam tidak membatasi pengertian ibadah pada shalat, shaum dan haji; tetapi setiap karya yang dilakukan seorang muslim dengan niat untuk Allah semata merupakan ibadah." (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Mu'atstsirat as Salbiyah fi Tarbiyati at Thiflil Muslim wa Thuruq 'Ilajiha, hal. 76. MEMPERHATIKAN ANAK SEBELUM LAHIR Perhatian kepada anak dimulai pada masa sebelum kelahirannya, dengan memilih isteri yang shalelhah, Rasulullah SAW memberikan nasehat dan pelajaran kepada orang yang hendak berkeluarga dengan bersabda : " Dapatkan wanita yang beragama, (jika tidak) niscaya engkau merugi" (HR.Al-Bukhari dan Muslim) Begitu pula bagi wanita, hendaknya memilih suami yang sesuai dari orang-orang yang datang melamarnya. Hendaknya mendahulukan laki-laki yang beragama dan berakhlak. Rasulullah memberikan pengarahan kepada para wali dengan bersabda : "Bila datang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kawikanlah. Jika tidak kamu lakukan, nisacayaterjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar" Termasuk memperhatikan anak sebelum lahir, mengikuti tuntunan Rasulullah dalam kehidupan rumah tangga kita. Rasulullah memerintahkan kepada kita: "Jika seseorang diantara kamu hendak menggauli isterinya, membaca: "Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami". Maka andaikata ditakdirkan keduanya mempunyai anak, niscaya tidak ada syaitan yang dapat mencelakakannya". MEMPERHATIKAN ANAK KETIKA DALAM KANDUNGAN Setiap muslim akan merasa kagum dengan kebesaran Islam. Islam adalah agama kasih sayang dan kebajikan. Sebagaimana Islam memberikan perhatian kepada anak sebelum kejadiannya, seperti dikemukakan tadi, Islam pun memberikan perhatian besar kepada anak ketika masih menjadi janin dalam kandungan ibunya. Islam mensyariatkan kepada ibu hamil agar tidak berpuasa pada bulan Ramadhan untuk kepentingan janin yang dikandungnya. Sabda Rasulullah : "Sesungguhn_ya Allah membebas~an sepan/h shalat bagi orang yang bepergian, dan (membebaskan) puasa bagi orang yang bepergian, wanita menyusui dan wanita hamil" ( Hadits riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasa'i. Kata Al Albani dalam Takhrij al Misykat: "Isnad hadits inijayyid' ) Sang ibu hendaklah berdo'a untuk bayinya dan memohon kepada Allah agar dijadikan anak yang shaleh dan baik, bermanfaat bagi kedua orangtua dan seluruh kaum muslimin. Karena termasuk do'a yang dikabulkan adalah do'a orangtua untuk anaknya. MEMPERHATIKAN ANAK SETELAH LAHIR Setelah kelahiran anak, dianjurkan bagi orangtua atau wali dan orang di sekitamya melakukan hal-hal berikut: 1. Menyampaikan kabar gembira dan ucapan selamat atas kelahiran. Begitu melahirkan, sampaikanlah kabar gembira ini kepada keluarga dan sanak famili, sehingga semua akan bersuka cita dengan berita gembira ini. Firman Allah 'Azza Wa Jalla tentang kisah Nabi Ibrahim 'Alaihissalam bersama malaikat: "Dan isterinya berdiri (di balik tirai lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan dari lshaq (akan lahir puteranya) Ya 'qub. " (Surah Hud : 71). Dan firman Allah tentang kisah Nabi Zakariya 'Alaihissalam: "Kemudian malaikat Jibril memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): "Sesungguhnya Allah mengembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu ) Yahya " (Ali Imran: 39). Adapun tahni'ah (ucapan selamat), tidak ada nash khusus dari Rasul dalam hal ini, kecuali apa yang disampaikan Aisyah Radhiyallahu 'Anha: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam apabila dihadapkan kepada beliau anak-anak bayi, maka beliau mendo'akan keberkahan bagi mereka dan mengolesi langit-langit mulutnya (dengan korma atau madu )" ( Hadits riwayat Muslim dan Abu Dawud). Abu Bakar bin Al Mundzir menuturkan: Diriwayatkan kepada kami dari Hasan Basri, bahwa seorang laki-laki datang kepadanya sedang ketika itu ada orang yang baru saja mendapat kelahiran anaknya. Orang tadi berkata: Penunggang kuda menyampaikan selamat kepadamu. Hasan pun berkata: Dari mana kau tahu apakah dia penunggang kuda atau himar? Maka orang itu bertanya: Lain apa yang mesti kita ucapkan. Katanya: Ucapkanlah: "Semoga berkah bagimu dalam anak, yang diberikan kepadamu, Kamu pun bersyukur kepada Sang Pemberi, dikaruniai kebaikannya, dan dia mencapai kedewasaannya" ( Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Tuhfatul fi Ahkamil Maulud.) 2. Menyerukan adzan di telinga bayi. Abu Rafi' Radhiyallahu 'Anhu menuturkan: "Aku melihat Rasulullah memperdengarkan adzan pada telinga Hasan bin Ali ketika dilahirkan Fatimah" ( Hadits riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzi. Hikmahnya, Wallahu A'lam, supaya adzan yang berisi pengagungan Allah dan dua kalimat syahadat itu merupakan suara yang pertama kali masuk ke telinga bayi. Juga sebagai perisai bagi anak, karena adzan berpengaruh untuk mengusir dan menjauhkan syaitan dari bayi yang baru lahir, yang ia senantiasa berupaya untuk mengganggu dan mencelakakannya. Ini sesuai dengan pemyataan hadits: " Jika diserukan adzan untuk shalat, syaitan lari terbirit-birit dengan mengeluarkan kentut sampai tidak mendengar seruan adzan" (Ibid) 3. Tahnik (Mengolesi langit-langit mulut). Termasuk sunnah yang seyogianya dilakukan pada saat menerima kelahiran bayi adalah tahnik, yaitu melembutkan sebutir korma dengan dikunyah atau menghaluskannya dengan cara yang sesuai lalu dioleskan di langit-langit mulut bayi. Caranya,dengan menaruh sebagian korma yang sudah lembut di ujung jari lain dimasukkan ke dalam mulut bayi dan digerakkan dengan lembut ke kanan dan ke kiri sampai merata. Jika tidak ada korma, maka diolesi dengan sesuatu yang manis (seperti madu atau gula). Abu Musa menuturkan: "Ketika aku dikaruniai seorang anak laki-laki, aku datang kepada Nabi, maka beliau menamainya Ibrahim, mentahniknya dengan korma dan mendo'akan keberkahan baginya, kemudian menyerahkan kepadaku". Tahnik mempunyai pengaruh kesehatan sebagaimana dikatakan para dokter. Dr. Faruq Masahil dalam tulisan beliau yang dimuat majalah Al Ummah, Qatar, edisi 50, menyebutkan: "Tahnik dengan ukuran apapun merupakan mu'jizat Nabi dalam bidang kedokteran selama empat belas abad, agar umat manusia mengenal tujuan dan hikmah di baliknya. Para dokter telah membuktikan bahwa semua anak kecil (terutama yang baru lahir dan menyusu) terancam kematian, kalau terjadi salah satu dari dua hal: a. Jika kekurangan jumlah gula dalam darah (karena kelaparan). b. Jika suhu badannya menurun ketika kena udara dingin di sekelilingnya."' 4. Memberi nama. Termasuk hak seorang anak terhadap orangtua adalah memberi nama yang baik. Diriwayatkan dari Wahb Al Khats'ami bahwa Rasulullah bersabda: " Pakailah nama nabi-nabi, dan nama yang amat disukai Allah Ta'ala yaitu Abdullah dan Abdurrahman, sedang nama yang paling manis yaitu Harits dan Hammam, dan nama yang sangat jelek yaitu Harb dan Murrah" ( HR.Abu Daud An Nasa'i) Pemberian nama merupakan hak bapak.Tetapi boleh baginya menyerahkan hal itu kepada ibu. Boleh juga diserahkan kepada kakek, nenek,atau selain mereka. Rasulullah merasa optimis dengan nama-nama yang baik. Disebutkan Ibnul Qayim dalam Tuhfaful Wadttd bi Ahkami Maulud, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam tatkala melihat Suhail bin Amr datang pada hari Perjanjian Hudaibiyah beliau bersabda: "Semoga mudah urusanmu" Dalam suatu perjalanan beliau mendapatkan dua buah gunung, lain beliau bertanya tentang namanya. Ketika diberitahu namanya Makhez dan Fadhih, beliaupun berbelok arah dan tidak melaluinya.( Ibnu Qayim Al Jauziyah, Tuhfatul Wadud, hal. 41.) Termasuk tuntunan Nabi mengganti nama yang jelek dengan nama yang baik. Beliau pernah mengganti nama seseorang 'Ashiyah dengan Jamilah, Ashram dengan Zur'ah. Disebutkan oleh Abu Dawud dalam kitab Sunan :"Nabi mengganti nama 'Ashi, 'Aziz, Ghaflah, Syaithan, Al Hakam dan Ghurab. Beliau mengganti nama Syihab dengan Hisyam, Harb dengan Aslam, Al Mudhtaji' dengan Al Munba'its, Tanah Qafrah (Tandus) dengan Khudrah (Hijau), Kampung Dhalalah (Kesesatan) dengan Kampung Hidayah (Petunjuk), dan Banu Zanyah (Anak keturunan haram) dengan Banu Rasydah (Anak keturunan balk)." (Ibid) 5. Aqiqah. Yaitu kambing yang disembelih untuk bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Salman bin Ammar Adh Dhabbi, katanya: Rasulullah bersabda: "Setiap anak membawa aqiqah, maka sembelihlah untuknya dan jauhkanlah gangguan darinya" (HR. Al Bukhari.) Dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha,bahwaRasulullah bersabda: "Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sebanding, sedang untuk anak perempuan seekor kambing" (HR. Ahmad dan Turmudzi). Aqiqah merupakah sunnah yang dianjurkan. Demikian menurut pendapat yang kuat dari para ulama. Adapun waktu penyembelihannya yaitu hari ketujuh dari kelahiran. Namun, jika tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh boleh dilaksanakan kapan saja, Wallahu A'lam. Ketentuan kambing yang bisa untuk aqiqah sama dengan yang ditentukan untuk kurban. Dari jenis domba berumur tidak kurang dari 6 bulan, sedang dari jenis kambing kacang berumur tidak kurang dari 1 tahun, dan harus bebas dari cacat. 6. Mencukur rambut bayi dan bersedekah perak seberat timbangannya. Hal ini mempunyai banyak faedah, antara lain: mencukur rambut bayi dapat memperkuat kepala, membuka pori-pori di samping memperkuat indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. (Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Auladfil Islam, juz 1.) Bersedekah perak seberat timbangan rambutnya pun mempunyai faedah yang jelas. Diriwayatkan dari Ja'far bin Muhammad, dari bapaknya, katanya: "Fatimah Radhiyalllahu 'anha menimbang rambut Hasan, Husein, Zainab dan Ummu Kaltsum; lalu ia mengeluarkan sedekah berupa perak seberat timbangannya (HR. Imam Malik dalam Al Muwaththa') 7. Khitan. Yaitu memotong kulup atau bagian kulit sekitar kepala zakar pada anak laki-laki, atau bagian kulit yang menonjol di atas pintu vagina pada anak perempuan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu bahwa Rasulullah bersabda: "Fitrah itu lima: khitan, mencukur rambut kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak" (HR. Al-bukhari, Muslim) Khitan wajib hukumnya bagi kaum pria, dan rnustahab (dianjurkar) bagi kaum wanita.WallahuA'lam. Inilah beberapa etika terpenting yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh orangtua atau pada saat-saat pertama dari kelahiran anak. Namun, di sana ada beberapa kesalahan yang terjadi pada saat menunggu kedatangannya Secara singkat, antara lain: A. Membacakan ayat tertentu dari Al Qur'an untuk wanita yang akan melahirkan; atau menulisnya lalu dikalungkan pada wanita, atau menulisnya lalu dihapus dengan air dan diminumkan kepada wanita itu atau dibasuhkan pada perut danfarji (kemaluan)nya agar dimudahkan dalam melahirkan. ltu semua adalah batil, tidak ada dasamya yang shahih dari Rasulullah, Akan tetapi bagi wanita yang sedang menahan rasa sakit karena melahirkan wajib berserah diri kepada Allah agar diringankan dari rasa sakit dan dibebaskan dari kesulitannya Dan ini tidak bertentangan dengan ruqyah yang disyariatkan. B. Menyambut gembira dan merasa senang dengan kelahiran anak laki-laki, bukan anak perempuan. Hal ini termasuk adat Jahiliyah yang dimusuhi Islam. Firman Allah yang berkenaan dengan mereka: "Apabila seseorang dari merea diberi kabar dengan (kelahiran) anak, perempuan, hitamlah (merah padamlah) matanya, dan dia sangat marah; ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan padanya. Apakah dia akan memeliharannya dengan menanggumg kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang telah mereka lakukan itu"(Surah An Nahl : 58-59). Mungkin ada sebagian orang bodoh yang bersikap berlebihan dalam hal ini dan memarahi isterinya karena tidak melahirkan kecuali anak perempuan. Mungkin pula menceraikan isterinya karena hal itu, padahal kalau dia menggunakan akalnya, semuanya berada di tangan Allah 'Azza wa lalla. Dialah yang memberi dan menolak. Firman-Nya: Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki atau Dia menganugerahkan kepada siapa yang dia kehendaki-Nya, dan dia menjadikan Mandul siapa yang Dia kehendaki…" (Surah Asy Syura :49-50). Semoga Allah memberikan petunjukkepada seluruh kaum Muslimin. C. Menamai anak dengan nama yang tidak pantas.Misalnya, nama yang bermakna jelek, atau nama orang-orang yang menyimpang seperti penyanyi atau tokoh kafir. Padahal menamai anak dengan nama yang baik merupakan hak anak yang wajib atas walinya. Termasuk kesalahan yang berkaitan dengan pemberian nama, yaitu ditangguhkan sampai setelah seminggu. D. Tidak menyembelih aqiqah untuk anak padahal mampu melakukannya. Aqiqah merupakan tuntunan Nabi Shallallahu 'alaihi wasalam, dan mengikuti tuntunan beliau adalah sumber segala kebaikan. E. Tidak menetapi jumlah bilangan yang ditentukan untuk aqiqah. Ada yang mengundang untuk acara aqiqah semua kenalannya dengan menyembelih 20 ekor kambing, ini merupakan tindakan berlebihan yang tidak disyariatkan. Ada pula yang kurang dari jumlah bilangan yang ditentukan, dengan menyembelih hanya seekor kambing untuk anak iaki-laki, inipun menyalahi yang disyariatkan. Maka hendaklah kita menetapi sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wasalam tanpa menambah ataupun mengurangi. F. Menunda khitan setelah akil baligh.Tradisi ini dulu terjadi pada beberapa suku, seorang anak dikhitan sebelum kawin dengan cara yang biadab di hadapan orang banyak. Itulah sebagian kesalahan, dan masih banyak lainnya. Semoga cukup bagi kita dengan menyebutkan etika dan tata cara yang dituntunkan ketika menerima kelahiran anak. Karena apapun yang bertentangan dengan hal-hal tersebut, termasuk kesalahan yang tidak disyariatkan. (Disarikan dari kitab Adab Istiqbal al Maulud fil Islam, oleh ustadz Yusuf Abdullah al Arifi) MEMPERHATIKAN ANAK PADA USIA ENAM TAHUN PERTAMA Periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama) merupakan periode yang amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periede ini, nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengannyata pada kepribadiannya ketika menjadi dewasa. (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah.) Karena itu, para pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada pendidikan anak dalam periode ini. Aspek-aspek yang wajib diperhatikan oleh kedua orangtua dapat kami ringkaskan sebagai berikut: 1. Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orangtua, terutama ibu. Ini perlu sekali, agar anak belajar mencintai orang lain. Jika anak tidak merasakan cintakasih ini,maka akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan membenci orang disekitamya. "Seorang ibu yang muslimah harus menyadari bahwa tidak ada suatu apapun yang mesti menghalanginya untuk memberikan kepada anak kebutuhan alaminya berupa kasih sayang dan perlindungan. Dia akan merusak seluruh eksistensi anak, jika tidak memberikan haknya dalam perasaan-perasaan ini, yang dikaruniakan Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya dalam diri ibu, yang memancar dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhan anak." (Muhammad Quthub,Manhaiut Tarbiyah Al Islamiyah, juz 2.) Maka sang ibu hendaklah senantiasa memperhatikan hal ini dan tidak sibuk dengan kegiatan karir di luar rumah, perselisihan dengan suami atau kesibukan lainnya. 2. Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya. Kami kira, ini bukan sesuatu yang tidak mungkin. Telah terbukti bahwa membiasakan anak untuk menyusu dan buang hajat pada waktu-waktu tertentu dan tetap, sesuatu yang mungkin meskipun melalui usaha yang berulang kali sehingga motorik tubuh akan terbiasa dan terlatih dengan hal ini. Kedisiplinan akan tumbuh dan bertambah sesuai dengan pertumbuhan anak, sehingga mampu untuk mengontrol tuntutan dan kebutuhannya pada masa mendatang. 3. Hendaklah kedua orangtua menjadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan kehidupannya. Yaitu dengan menetapi manhaj Islam dalam perilaku mereka secara umum dan dalam pergaulannya dengan anak secara khusus. Jangan mengira karena anak masih kecil dan tidak mengerti apa yang tejadi di sekitarnya, sehingga kedua orangtua melakukan tindakan-tindakan yang salah di hadapannya. Ini mempunyai pengaruh yang besar sekali pada pribadi anak. "Karena kemampuan anak untuk menangkap, dengan sadar atau tidak, adalah besar sekali. Terkadang melebihi apa yang kita duga. Sementara kita melihatnya sebagai makhluk kecil yang tidak tahu dan tidak mengerti. Memang, sekalipun ia tidak mengetahui apa yang dilihatnya, itu semua berpengaruh baginya. Sebab, di sana ada dua alat yang sangat peka sekali dalam diri anak yaitu alat penangkap dan alat peniru, meski kesadarannya mungkin terlambat sedikit atau banyak. Akan tetapi hal ini tidak dapat merubah sesuatu sedikitpun. Anak akan menangkap secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran puma, dan akan meniru secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran purna, segala yang dilihat atau didengar di sekitamya." (Ibid.) 4. Anak dibiasakan dengan etiket umum yang mesti dilakukan dalam pergaulannya. Antara lain: (Silahkan lihat Ahmad Iuuddin Al Bayanuni,MinhajAt TarbiyahAsh Shalihah.) • Dibiasakan mengambil, memberi, makan dan minum dengan tangan kanan. Jika makan dengan tangan kiri, diperingatkan dan dipindahkan makanannya ke tangan kanannya secara halus. • Dibiasakan mendahulukan bagian kanan dalam berpakaian. Ketika mengenakan kain, baju, atau lainnya memulai dari kanan; dan ketika melepas pakaiannya memulai dari kiri. • Dilarang tidur tertelungkup dandibiasakan •tidur dengan miring ke kanan. • Dihindarkan tidak memakai pakaian atau celana yang pendek, agar anak tumbuh dengan kesadaran menutup aurat dan malu membukanya. • Dicegah menghisap jari dan menggigit kukunya. • Dibiasakan sederhana dalam makan dan minum, dan dijauhkan dari sikap rakus. • Dilarang bermain dengan hidungnya. • Dibiasakan membaca Bismillah ketika hendak makan. • Dibiasakan untuk mengambil makanan yang terdekat dan tidak memulai makan sebelum orang lain. • Tidak memandang dengan tajam kepada makanan maupun kepada orang yang makan. • Dibiasakan tidak makan dengan tergesa-gesa dan supaya mengunyah makanan dengan baik. • Dibiasakan memakan makanan yang ada dan tidak mengingini yang tidak ada. • Dibiasakan kebersihan mulut denganmenggunakan siwak atau sikat gigi setelah makan, sebelum tidur, dan sehabis bangun tidur. • Dididik untuk mendahulukan orang lain dalam makanan atau permainan yang disenangi, dengan dibiasakan agar menghormati saudara-saudaranya, sanak familinya yang masih kecil, dan anak-anak tetangga jika mereka melihatnya sedang menikmati sesuatu makanan atau permainan. • Dibiasakan mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengulanginya berkali-kali setiap hari. • Dibiasakan membaca "AZhamdulillah" jika bersin, dan mengatakan "Yarhamukallah" kepada orang yang bersin jika membaca "Alhamdulillah". • Supaya menahan mulut dan menutupnya jika menguap, dan jangan sampai bersuara. • Dibiasakan berterima kasih jika mendapat suatu kebaikan, sekalipun hanya sedikit. • Tidak memanggil ibu dan bapak dengan namanya, tetapi dibiasakan memanggil dengan kata-kata: Ummi (Ibu), dan Abi (Bapak). • Ketika berjalan jangan mendahului kedua orangtua atau siapa yang lebih tua darinya, dan tidak memasuki tempat lebih dahulu dari keduanya untuk menghormati mereka. • Dibiasakan bejalan kaki pada trotoar, bukan di tengah jalan. • Tidak membuang sampah dijalanan, bahkan menjauhkan kotoran darinya. • Mengucapkan salam dengan sopan kepada orang yang dijumpainya dengan mengatakan "Assalamu 'Alaikum" serta membalas salam orang yang mengucapkannya. • Diajari kata-kata yang benar dan dibiasakan dengan bahasa yang baik. • Dibiasakan menuruti perintah orangtua atau siapa saja yang lebih besar darinya, jika disuruh sesuatu yang diperbolehkan. • Bila membantah diperingatkan supaya kembali kepada kebenaran dengan suka rela, jika memungkinkan. Tapi kalau tidak, dipaksa untuk menerima kebenaran, karena hal ini lebih baik daripada tetap membantah dan membandel. • Hendaknya kedua orangtua mengucapkan terima kasih kepada anak jika menuruti perintah dan menjauhi larangan. Bisa juga sekali-kali memberikan hadiah yang disenangi berupa makanan, mainan atau diajak jalan-jalan. • Tidak dilarang bermain selama masih aman, seperti bermain dengan pasir dan permainan yang diperbolehkan, sekalipun menyebabkan bajunya kotor. Karena permainan pada periode ini penting sekali untuk pembentukan jasmani dan akal anak. • Ditanamkan kepada anak agar senang pada alat permainan yang dibolehkan seperti bola, mobil-mobilan, miniatur pesawat terbang, dan lain-lainnya. Dan ditanamkan kepadanya agar membenci alat permainan yang mempunyai bentuk terlarang seperti manusia dan hewan. • Dibiasakan menghormati milik orang lain, dengan tidak mengambil permainan ataupun makanan orang lain, sekalipun permainan atau makanan saudaranya sendiri. MEMPERHATIKAN ANAK PADA USIA SETELAH ENAM TAHUN PERTAMA Pada periode ini anak menjadi lebih siap untuk belajar secara teratur. Ia mau menerima pengarahan lebih banyak, dan lebih bisa menyesuaikan diri dengan teman-teman sepermainannya. Dapat kita katakan, pada periode ini anak lebih mengerti dan lebih semangat untuk belajar dan memperoleh ketrampilan-ketrampilan, karenanya ia bisa diarahkan secara langsung. Oleh sebab itu, masa ini termasuk masa yang paling penting dalam pendidikan dan pengarahan anak. Kita, Insya Allah, akan membicarakan tentang aspek-aspek terpenting yang perlu diperhatikan oleh para pendidik pada periode ini. Yaitu: 1. Pengenalan Allah dengan cara yang sederhana. Pada periode ini dikenalkan kepada anak tentang Allah 'Azza Wajalla dengan cara yang sesuai dengan pengertian dan tingkat pemikirannya. Diajarkan kepadanya: • Bahwa Allah Esa, tiada sekutu bagi-Nya. • Bahwa Dialah Pencipta segala sesuatu. Pencipta langit, bumi, manusia, hewan, pohon-pohonan, sungai dan lain-lainnya. Pendidik dapat memanfaatkan situasi tertentu untuk bertanya kepada anak, misalnya ketika bejalan-jalan di taman atau padang, tentang siapakah Pencipta air, sungai,bumi,pepohonan dan lain-lainnya, untuk menggugah perhatiannya kepada keagungan Allah. • Cinta kepada Allah, dengan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah untuknya dan untuk keluarganya. Misalnya, anak ditanya: Siapakah yang memberimu pendengaran, penglihatan dan akal? Siapakah yang memberimu kekuatan dan kemampuan untuk bergerak? Siapakah yang memberi rizki dan makanan untukmu dan keluargamu? Demikianlah, ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang nyata dan dianjurkan agar cinta dan syukur kepada Allah atas nikmat yang banyak ini. Metode ini disebutkan dalam Al Qur'an, dalam banyak ayat Allah menggugah minat para hamba-Nya agar memperhatikan segala nikmat yang dikaruniakan-Nya, seperti firman-Nya: "Tidakkah kamu perhatian sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk kepentinganmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempumakan untukmu nikmatnya lahir dan batin..."(Surah Luqman : 20). "Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rizki kepadamu dari langit dan bumi...."(Surah Fathir :3). Dan dengan rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dai karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepadan-Nya." (Surah Al Qashash : 73). 2. Pengajaran sebagian hukum yang jelas dan tentang halal-haram. Diajarkan kepada anak menutup aurat, berwudhu, hukum-hukum thaharah (bersuci) dan pelaksanaan shalat. Juga dilarang dari hal-hal yang haram, dusta, adu domba, mencuri dan melihat kepada yang diharamkan Allah. Pokoknya, disuruh menetapi syariat Allah sebagaimana orang dewasa dan dicegah dari apa yang dilarang sebagaimana orang dewasa, sehingga anak akan tumbuh demikian dan menjadi terbiasa. Karena bila semenjak kecil anak dibiasakan dengan sesuatu, maka kalau sudah dewasa akan menjadi kebiasaannya. Agar diupayakan pula pengajaran ilmu pengetahuan kepada anak, sebagaimana kata Sufyan Al Tsauri: "Seorang bapak barns menanamkan ilmu pada anaknya, karena dia pmanggung jawabnya." (Muhammad Hasan Musa, Nuzharul Fudhala' Tahdzib Siar A'lamin Nubala :Juz 1.) 3. Pengajaran baca Al Qur'an. Al Qur'an adalah jalan lurus yang tak mengandung suatu kebatilan apapun. Maka amat baik jika anak dibiasakan membaca Al Qu~an dengan benar, dan diupayakan semaksimalnya agar mengbafal Al Qur'an atau sebagian besar darinya dengan diberi dorongan melalui berbagaicara. Karena itu, kedua orangtua bendaklah berusaha agar putera puterinya masuk pada salah satu sekoiah tahfizh Al Qur'an; kalau tidak bisa, diusahakan masuk pada salah satu halaqah tahfizh. Diriwayatkan Abu Dawud dari Mu'adz bin Anas bahwa Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda: "Barang siapa membaca Al-quran dan mengamalkan kandungan isinya, niscaya Allah pada hari kiamat mengenakan kepada keda orang tuanya sebuah mahkota yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari di rumah-rumah dunia. Maka apa pendapatmu tentang orang yang mengamalkan hal ini". Para salaf dahulu pun sangat memperhatikan pendidikan tahfizh Al Qur'an bagi anak-anak mereka. Syaikh Yasin bin Yusuf Al Marakisyi menceritakan kepada kita tentang imam AnNawawi, Rahimahullah, katanya: "Aku melihat beliau ketika masih berumur 10 tahun di Nawa. Para anak kecil tidak mau bermain dengannya dan iapun berlari dari mereka seraya menangis, kemudian ia membaca Al Qur'an. Maka tertanamlah dalam hatiku rasa cinta kepadanya. Ketika itu bapaknya menugasinya menjaga toko, tetapi ia tidak mau bejualan dan menyibukkan diri dengan Al Qur'an. Maka aku datangi gurunya dan berpesan kepadanya bahwa anak ini diharapkan akan menjadi orang yang paling alim dan zuhud pada zamannya serta bermanfaat bagi umat manusia. Ia pun berkata kepadaku: Tukang ramalkah Anda? Jawabku: Tidak, tetapi Allah-lah yang membuatku berbicara tentang hal ini. Bapak guru itu kemudian menceritakan kepada orangtuanya, sehingga memperhatikan beliau dengan sungguh-sungguh sampai dapat khatam Al Qur'an ketika menginjak dewasa." 4, Pengajaran hak-hak kedua orangtua, Diajarkan kepada anak untuk bersikap hormat, taat dan berbuat baik kepada kedua orangtua, sehingga terdidik dan terbiasa demikian. Anak sering bersikap durhaka dan melanggar hak-hak orangtua disebabkan karena kurangnya perhatian orangtua dalam mendidik anak dan tidak membiasakannya berbuat kebaikan sejak usia dini. Firman Allah Ta'ala : 'Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kepada selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesanyangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Surah Al-Isra': 23-24). Diriwayatkan dari Abu HurairahRadhiyallahu 'Anhu bahwa Nabi bersabda: "Terhinalah, terhinalah, dan terhinalah seseorang yang mendapatkan salah seorang dari kedua orang tuanya atau kedua-duanya berusia lanjut, tetapi tidak dapat masuk surga" Berikut ini kisah seorang anak muda yang berbuat baik kepada bapaknya, disebutkan dalam kitab 'Uyunul Akhbar : "Al Ma'mun rahimahullah berkata: Belum pernah saya melihat seseorang yang amat berbuat baik kepada bapaknya daripada Al Fadhl bin Yahya. Karena kebaikannya, sampai bapaknya (Yahya) tidak berwudhu kecuali dengan air hangat. Ketika keduanya berada dalam penjara, para sipir melarang memasukkan kayu bakar di malam yang ding-in. Maka Al Fadhl, ketika bapaknya tidur, bangun mengambil teko yang biasa dia pergunakan untuk memanaskan air, lalu ia isi air dan ia dekatkan pada api lampu. Ia pun tetap berdiri memegangi teko sampai pagi. Ia lakukan hal ini untuk berbuat baik kepada bapaknya agar dapat berwudhu dengan air hangat." 5. Pengenalan tokoh-tokoh teladan yang agung dalam Islam. Tokoh teladan kita yang utama yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam, kemudian para sahabat yang mulia Radhiallahu 'Anhum dan pengikut mereka dengan baik yang menjadi contoh terindah dalam segala aspek kehidupan. Maka dikenalkan kepada anak tentang mereka, diajarkan sejarah dan kisah mereka supaya meneladani perbuatan agung mereka dan mencontoh sifat baik mereka seperti keberanian, keprajuritan, kejujuran, kesabaran, kemuliaan, keteguhan pada kebenaran dan sifat-sifat lainnya. Kisah atau kejadian yang diceritakan kepada anak hendaklah sesuai dengan tingkat pengertiannya, tidak membosankan, dan difokuskan pada penampilan serta penjelasan aspek-aspek yang baik saja sehingga mudah diterima oleh anak. Misalnya, diceritakan kepada anak kisah Rasulullah bersama orang Yahudi yang menuntut kepada beliau agar membayar uang pinjamannya, sebagai contoh akhlak baik beliau: Diriwayatkan bahwa ada seorang Yahudi yang meminjamkan uang kepada Rasulullah lalu hendak menagih hutangnya sebelum habis masanya. Maka dicegatnya Rasulullah di tengah jalan kota Madinah seraya berkata: "Sungguh, kalian anak keturunan Abdul Muthalib adalah orang-orang yang suka menangguhkan /bayarhutang)" Umar pun melihat kejadian itu dan amat marah, lalu berkata: "Izinkanlah aku wahai Rasulullah, biar kupenggal lehernya!" Tapi Nabi bersabda: "Aku dan kawanku sangat tidak menginginkan hal itu, wahai Umar. Suruhlah ia berperkara dengan baik dan suruhlah aku menyelesaikan dengan baik." Kemudian beliau berpaling kepada orangYahudi dan bersabda: "Hai Yahudi, piutangmu akan dibayarkan besok."" Contoh kisah tentang keberanian dan ketabahan, diriwayatkan oleh Mu'adz bin Amr katanya: Pada waktu Perang Badar kujadikan Abu Jahal sebagai sasaranku. Begitu ada kesempatan, aku serang dia dan kupukul sehingga terpotong separuh betis kakinya. Sementara, anaknya Ikrimah bin Abu Jahal memukulku pada lengan hingga terputus tanganku tetapi masih menempel dengan kulit pada sisiku. Namun peperangan membuatku tak perduli dengannya, karena aku ketika ifu berperang sepanjang hari sambil menyeret tanganku dibelakang. Setelah terasa sakit karenanya, kuletakkan kakiku di.atasnya ialu kutarik hingga terputus." Sejarah umat Islam penuh dengan tokoh-tokoh agung dan kisah-kisah menarik yang menunjukkan keutamaan dan makna yang indah. 6. Pengajaran etiket umum. Seperti etiket mengucapkan salam dan meminta izin, etiket berpakaian, makan dan nninum,etiket berbicara dan bergaul dengan orang lain. Juga diajarkan bagaimana bergaul dengan kedua orangtua, sanak famili yang tua, kolega orangtua, guru-gurunya, kawan-kawannya dan teman sepermainannya. Diajarkan pula mengatur kamamya sendiri, menjaga kebersihan rumah, menyusun alat bermain, bagaimana bermain tanpa mengganggu orang lain dan bagaimana bertingkah laku di masjid dan disekolahan. Pegajaran berbagai hal di atas dan juga lainnya pertama-tama harus bersumber kepada Sunnah Rasulullah , lalu peri kehidupan para salaf yang shaleh, kemudian karya tulis para pakar dalam bidang pendidikan dan tata pergaulan. 7. Pengembangan rasa percaya diri dan tanggung jawab dalam diri anak. Anak-anak sekarang ini adalah pemimpin hari esok. Karena itu, harus dipersiapkan dan dilatih mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang nantinya akan mereka lakukan. Hal itu bisa direalisasikan dalam diri anak melalui pembinaan rasa percaya diri, penghargaan jati dirinya, dan diberikan kepada anak kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya dan apa yang terbetik dalam pikirannya, serta diberikan kepadanya dorongan agar mengerjakan urusannya sendiri, bahkan ditugasi dengan pekejaan rumah tangga yang sesuai untuknya. Misalnya, disuruh untuk membeli beberapa keperluan rumah dari warung terdekat; anak perempuan diberi tugas mencuci piring dan gelas atau mengasuh adik. Pemberian tugas kepada anak ini bertahap sedikit demi sedikit sehingga mereka terbiasa mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang sesuai bagi mereka. Termasuk pemberian tanggung jawab kepada anak, ia harus menanggung resiko perbuatan yang dilakukannya. Maka diajarkan kepada anak bahwa ia bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukannya serta dituntut untuk memperbaiki apa yang telah dirusaknya dan meminta maaf atas kesalahannya. Perhatikan kisah berikut yang menunjukkan rasa percaya diri: Diriwayatkan oleh Al Hafizh Ibnu Asakir, ketika Abdullah bin Az Zubair sedang bernain-main dengan anak-anak sebayanya, lewatlah khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhtr. Maka larilah semua anak karena takut kepada beliau, kecuali Abdullah bin Az Zubair yang masih tinggal di tempat. Lalu Umar menghampirinya dan bertanya kepadanya: "Kenapa kamu tidak lari bersama teman-temanmu,nak?" Dengan berani dan tenang Abdullah menjawab: "Ya Amirul Mu'minin! Aku bukan seorang yang bersalah sehingga harus takut, dan jalan pun tidak sempit sehingga aku harus minggir. Seorang anak jika terdidik untuk percaya diri akan mampu mengemban tanggung jawab yang besar. Sebagaimana putera-putera para sahabat, mereka berusaha sungguh-sungguh agar dapat ikut bersama para mujahidin Fisabilillah; sampai salah seorang di antara mereka ada yang menangis karena Rasulullah belum mengizinkannya ikut berperang bersama pasukan, tetapi karena simpati terhadapnya beliau pun mengizinkannya; dan akhimya ia termasuk salah satu syuhada dalam peperangan itu. Rasulullah juga pernah mengangkat Usamah bin Zaid sebagai komandan pasukan yang di antara anggotanya terdapat Abu Bakar dan Umar, sekalipun masih muda belia tetapi ia orang yang tepat untuk jabatan itu. Lalu, di manakah anak-anak kita sekarang ini yang mampu menduduki puncak yang tinggi? MEMPERHATIKAN. ANAK PADA MASA REMAJA Pada masa ini pertumbuhan jasmani anak menjadi cepat, wawasan akalnya bertambah luas, emosinya menjadi kuat dan semakin keras, serta naluri seksualnya pun mulaibangkit. Masa ini merupakan pendahuluan masa baligh.Karena itu, para pendidik perlu memberikan perhatian terhadap masalah-masalah berikut dalam menghadapi remaja: 1. Hendaknya anak, putera maupun puteri, merasa bahwa dirinya sudah dewasa karena ia sendiri menuntut supaya diperlakukan sebagai orang dewasa, bukan sebagai anak kecil lagi. 2. Diajarkan kepada anak hukum-hukum akilbaligh dan diceritakan kepadanya kisah-kisah yang dapat mengembangkan dalam dirinya sikap takwa dan menjauhkan diri dari hal yang haram. 3. Diberikan dorongan untuk ikut serta melaksanakan tugas-tugas rumah tangga, seperti melakukan pekerjaan yang membuatnya merasa bahwa dia sudah besar. 4. Berupaya mengawasi anak dan menyibukkan waktunya dengan kegiatan yang bermanfaat serta mancarikan teman yang baik. BEBERAPA KESALAHAN PARA PENDIDIK Berikut ini sebagian kesalahan yang sering dilakukan oleh para pendidik. Semoga Allah memberikan maunah (pertolongan)-Nya kepada kita untuk dapat menjauhinya dan menunjukkan kita kepada kebenaran. 1. Ucapan pendidik tidak sesuai dengan perbuatan. Ini merupakan kesalahan terpenting karena anak belajar dari orangtua beberapa hal. tetapi ternyata bertentangan dengan apa yang telah diajarkannya. Tindakan ini berpengaruh buruk terhadap mental dan perilaku anak. Allah Azza Wa Jalla mencela perbuatan ini dengan firman-Nya: "Hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan" (SurahAshShaff:2-3). Bagaimana anak akan belajar kejujuran kalau ia mengetahui orang tuanya berdusta? Bagaimana anak akan belajar sifat amanah sementara ia melihat bapaknya menipu ? Bagaimana anak akan belajar akhlak baik bila orang sekitamya suka mengejek, berkata jelek dan berakhlak buruk? 2. Kedua orangtua tidak sepakat atas cara tertentu dalam pendidikan anak. Kadangkala seorang anak melakukan perbuatan tertentu di hadapan kedua orangtua. tetapi akibatnya sang ibu memuji dan mendorong sedang sang bapak memperingatkan dan mengancam. Anak akhimya menjadi bingung mana yang benar dan mana yang salah di antara keduanya. Dengan pengertiannya yang masih terbatas, ia belum mampu membedakan mana yang benar dan yang salah sehingga hal itu akan mengakibatkan anak menjadi bimbang dan segala urusan tidak jelas baginya. Sementara, kalau kedua orangtua mempunyai cara yang sama dan tidak memujukkan perbedaan ini, niscaya tidak terjadi kerancuan tersebut. 3. Membiarkan anak jadi korban televisi. Media massa mempunyai pengaruh yang besar sekali dalam perilaku dan perbuatan anak dan media paling berbahaya adalah televisi. Hampir tidak ada rumah yang tidak mempunyai televisi. Padahal pengaruhnya demikian luas terhadap anak maupun orang dawasa, terhadap orang-orang berpengetahuan maupun yang terbatas pengetahuannya Plomery, seorang peneliti mengatakan: "Anak pada umumnya, dan kebanyakan orang dewasa, cenderung menerima.tanpa mempertanyakan segala informasi yang tampil di film-film dan kelihatan realistis. Mereka dapat mengingat materinya dengan cara yang lebih baik ... maka akal pikiran mereka menelan begitu saja nilai-nilai yang rendah itu. Banyak pendidik yang tidak menaruh perhatian bahwa anak mereka kecanduan menonton televisi. Padahal ini sangat berpengaruh terhadap akhlak dan fithrah mereka, sampai apa yang dinamakan dengan acara anak-anak punpenuh dengan pemikiran-pemikiran keji yang diperoleh anak melalui acara yang ditayangkan. Banyak film kartun yang berisi kisah cinta dan roman ... sampai diantara anjing atau binatang lainnya. Tidakkah Anda melihat bagaimana seekor kucing betina dalam acara itu - ditampilkan sangat anggun ... berdandan dengan bulu mata panjang dan mata yang bercelak indah ... serta buah dada yang montok ... berlenggak lenggok untuk menggaet hati sang kucing jantan." Penampilan perang tanding untuk wanita, juga mabuk-mabukan merokok, mencuri, melakukan tipu muslihat, berdusta dan sifat-sifat lainnya yang tidak sopan... Tayangan ini semua menyerbu dunia anak dan menodai fithrah yang suci dengan dalih acara anak-anak". Oleh karena itu anak-anak kita harus dilindungi dari perangkat yang merusak ini. Hal ini, tak diragukan lagi, bukan sesuatu yang mudah tetapi juga tidak mustahil, jika kita ingin menjaga akhlak putera-puteri kita dan mempersiapkan mereka untuk mengemban misi agama dan umat. Semoga Allah melimpahkan ma'unah-Nya kepada kita. 4. Menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak kepada pembantu atau pengasuh. Kesalahan yang amat serius danbanyak tejadi di masyarakat kita adalah fenomena kesibukan ibu dari peran utamanya merawat rumah dan anak-anak dengan hal-hal yang tentunya tak kalah penting dari pendidikan anak. Misalnya, sibuk dengan karir di luar rumah, atau sering mengadakan kunjungan, menghadiri pertemuan, atau hanya karena malas-malasan dan tidak mau menangani langsung urusan anak. Padahal ini sangat berpengaruh terhadap kejiwaan anak dan nilai-nilai yang diserapnya Sebab, "Anak kecil adalah orang pertama yang dirugikan dengan keluamya ibu dari rumah untuk berkarir. Ia akan kehiLangan kasih sayang, sebab sang ibu membiarkannya dalam perawatan wanita lain seperti pembantu, atau membawanya ke tempat pengasuhan. Dan bagaimanapun, anak akan kehilangan kasih sayang ibu. Ini berbahaya sekali terhadap kejiwaan anak dan masa depannya, karena anak berkembang tanpa kasih sayang. jika anak miskin kasih sayang, ia pun akan bertindak keras terhadap para anggota masyarakatnya, akibatnya masyarakat hidup dalam kehancuran, keretakan dan kekerasan. Teryata, orang lain tidak menaruh perhatian untuk membina anak dan mendidiknya berakhlak mulia sebagaimana yang dilakukan keluarganya. Hal ini mendatangkan mala petaka bagi anak dan masyarakat." Terkadang pembantunya adalah orang kafir, akibatnya si anak pun terpengaruh dengan akidah yang menyimpang atau akhlak yang rusak yang didapatkan darinya. Maka, jika kita terpaksa mengambil pembantu, usahakanlah mendapat pembantu muslimah yang baik dan usahakan tidak bersama anak kecuali sebentar saja dalam keadaan terpaksa. 5. Pendidik menampakkan kelemahannya dalam mendidik anak. Ini banyak tejadi pada ibu-ibu dan kadangkala terjadi pada bapak-bapak. Kita dapatkan, misalnya, seorang ibu berkata: "Anak ini mengesalkan. Aku tidak sanggup. Tak tahu, apa yang kuperbuat dengannya. Padahal anak mendengarkan ucapan ini maka ia pun merasa bangga dapat mengganggu ibunya dan membandel karena dapat menunjukkan keberadaannya dengan cara itu. 6. Berlebihan dalam memberi hukuman dan balsan. a. Hukuman: Hukuman adalah sesuatu yang disyariatkan dan termasuk salah satu sarana pendidikan yang berhasil yang sesekali mungkin diperlukan pendidik. Namun ada yang sangat berlebihan dalam menggunakan sarana ini, sehingga membuat sarana itu berbahaya dan berakibat yang sebaliknya. Seperti kits mendengar ada orangtua yang menahan anaknya beberapa jam dikamar yang gelap jika melakukan kesalahan; ada juga yang mengikat anaknya jika berbuat sesuatu hal yang mengganggunya. Hukuman bertingkat-tingkat, mulai dari pandangan yang mempunyai arti hingga hukuman berupa pukulan. Pendidik mungkin perlu menggunakan hukuman yang lebih dari pada sekedar pandangan yang memojokkan atau kata-kata celaan bahkan mungkin terpaksa menggunakan hukuman berupa pukulan; namun ini merupakan penyelesaian akhir, tidak diperlukan kecuali jika tidak ada cara lain. Ada beberapa kaidah dalam penggunaan hukuman berupa pukulan antara lain:  Tidak dipergunakan )rukuman ini kecuali jika tidak ada cara laIn lagi.  Pendidik tidak balehmemukul ketika dalam keadaan marah sekali, karena dikhawatirkan akan membahayakan anak.  Tidak memukul pads bagian-bagian yang menyakitkan, seperti: wajah, kepala dan dada.  Pukulan pada tahap-tahap pertama hukuman tidak keras dan tidak menyakitkan serta tidak boleh lebih dari tiga kali pukulan, kecuali bila terpaksa dan tidak melebihi sepuluh kali pukulan.  Tidak boleh dipukul anak yang berumur di bawah sepuluh tahun.  Jika kesalahan anak baru pertama kali ia diberi kesempatan bertobat dan minta maaf atas perbuatannya. Juga dibuat supaya ada penengah yang kelihatannya mengusahakan pemaafan baginya setelah berjanji tidak mengulangi.  Hendaklah pendidik sendiri yangmemukul anak, tidak menyerahkannya kepada salah satu saudara atau temannya karena ini dapat menimbulkan kebarian dan kedengkiannya terhadap anak lain yang ikut menghukumnya.  Jika anak menginjak usia dewasa dan pendidik berpendapat bahwa sepuluh kali pukulan tidak cukupmembuat jera anak, maka pendidik boleh menambahnya. 7. Berusaha mengekang anak secara berlebihan. Yaitu tidak diberi kesempatan bermain bercanda dan bergerak ini bertentangan dengan tabiat anak dan bisa membahayakan kesehatannya, karena permainan penting bagi pertumbuhan anak dengan baik. "Permainan di tempat yang bebas dan luas termasuk faktor terpenting yang membantu pertumbuhan jasmani anak dan menjaga kesehatannya•" Maka orangtua seyogianya tidak mencegah anak-anak yang sedang asyik bermain pasir ketika wisata ke tepi pantai atau di tengah padang pasir. Karena itu merupakan waktu bersenang-senang dan bermain, bukan waktu berdisiplin. Tidak ada waktu kebebasan bergerak bagi anak-anak kecuali dalam kesempatan wisata yang bebas seperti ini. Maka sekali-kali mereka harus dibiarkan. 8. Mendidik anak tidak percaya diri dan merendahkan pribadinya. Sayang ini banyak tejadi di kalangan bapak-bapak; padahal ini berpengaruh jelek terhadap masa depan anak dan pandangannya pada kehidupan. Karena anak yang terdidik rendah pribadi dan tidak percaya diri akan tumbuh menjadi penakut lemah dan tidak mampu menghadapi beban dan tantangan hidup, bahkan setelah dawasa. Karena itu, seyogianya kita mempersiapkan anak-anak kita untuk dapat mekksanakan tugas-tugas dien dan dunia. Dan hal ini tidak tercapai kecuali dengan mendidik mereka memiliki rasa percaya dan harga diri namun tidak sombong dan takabur; serta senantiasa mengupayakan agar anak dikenalkan kepada hal-hal yang bernilai tinggi dan dijauhkan dari hal-hal yang bernilai rendah. Sebagai contoh: Pada masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik terjadi kekeringan di daerah Badui maka berdatanganlah penduduk berbagai suku kepada Hisyam dan berkunjung kepadanya. Di antara mereka terdapat Dirwas bin Habib, usianya baru 14 tahun. Mereka pun bertahan diri dan membuat Hisyam takut. Berkatalah Hisyam kepada penjaganya: "Siapapun dibiarkan menghadap kepadaku, bahkan hingga anak-anak?". Dirwas menyadari bahwa dirinya yang dimaksud, maka iaberkata:"Ya Amirul Mu'minin! Sungguh kunjunganku tidak bemtaksud merendahkan baginda sedikitpun tapi untuk memberikan kehormatan bagiku. Dan orang-orang ini datang untuk suatu keperluan yang membuat mereka bertahan karenanya. Ucapan adalah pengungkapan dan diam adalah penyembunyian. Ucapan tidak dapat dikenal kecuali dengan diungkapkan•" Merasa kagum dengan ucapannya lalu berkatalah Hisyam: "Bagus, ungkapkanlah!" Kata Dirwas: "Ya Amirul Mu'minin! Kami telah ditimpa tiga kali paceklik: pertama, mencairkan lemak; kedua, memakan daging: dan ketiga, mengeluarkan sumsum tulang. Sedang di tangan baginda ada kelebihan harta kekayaan. Jika itu milik Allah bagikanlah kepada hamba-hamba Allah yang berhak. Tetapi jika milik hamba-hamba Allah, maka kenapa baginda tahan? Dan jika hak milik baginda maka sedekahkanlah kepada mereka, karena sesungguhnya Allah memberikan pahala kepada orang-orang yang bersedekah dan tidak melalaikan balasan orang-orang yang berbuat baik. Ketahuilah, Amirul Mu'minin! Kedudukan pemimpin dari rakyat ibarat ruh pada jasad, tidak ada kehidupan bagi jasad kecuali dengannya." Kata Hisyam: "Anak ini tidak memberi sedikitpun alasan dalam salah satu dari ketiga hal tersebut." Kemudian ia perintahkan untuk membagikan kepada orang-orang Badui 100.000 dirham dan kepada Dirwas 100.000 dirham. Maka Dirwas berkata: "Ya AmirulMu'minin! Berikanlah sejumlah uang ini kembali kepada orang-orang Baduiku, karena aku tak mau jikap pemberian yang telah diperintahkan Amirul Mu'minin tadi tidak dapat memenuhi hajat mereka." Hisyam bertanya: "Mengapa kamu tidak menyebutkan hajat pribadimu?" Jawabnya: "Aku tidak punya hajat selain hajat semua kaum Muslimin." Perhatikan rasa percaya anak muda ini pada dirinya dan keberaniannya dalam kebenaran. PENUTUP Firman Allah Ta'ala: " Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu ….(Surah Al Mu'min: 60) " Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku….." (Surah Al-Baqarah : 186). Diriwayatkan dari An Nu'man bin Basyir Radhiyallahu 'Anhu bahwa Nabi bersabda: "Do'a adalah ibadah" Doa mempunyai peranan yang penting sekali dalam pendidikan anak, bahkan dalam seluruh urusan kehidupan, dan hanya Allah'Azza wa Jalla yang memberikan taufik dan hidayah.Seorang muslim mungkin telah berusaha maksimal dalam upaya mendidik anaknya agar menjadi orang shaleh tetapi tidak berhasil. Sebaliknya, ada anak yang menjadi orang shaleh sekalipun terdidik di tengah lingkungan yang menyimpang dan jelek; bahkan mungkin dibesarkan tanpa mendapat perhatian pendidikan dari kedua orangtua jadi, petunjuk itu semata-mata dari Allah. Dialah yang berfirman: " Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya…"( Al-Qashash : 56). Maka kita semua tidak boleh melupakan aspek ini dan wajib memohon dan berdo'a kepada Allah semoga berkenan menjadikan kita dan anak keturunan kita orang-orang yang shaleh, hanya Dialah yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Harap Cantumkan Dicopy dari : Website “Yayasan Al-Sofwa” Jl. Raya Lenteng Agung Barat, No.35 Jagakarsa, Jakarta - Selatan (12610) Telpon: (021)-788363-27 , Fax:(021)-788363-26 www.alsofwah.or.id ; E-mail: info@alsofwah.or.id Dilarang Keras Memperbanyak Buku ini untuk diperjual belikan !!!

Menghapal Al Qur'an

Menghapal Al-Quran Di antara karakteristik Al Quran adalah: ia merupakan Kitab Suci yang dimudahkan untuk dihapal dan diulang-ulang, dan ia juga dimudahkan untuk diingat dan fahami. “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?.” (Al Qamar:17), dan ayat lainnya. Karena dalam lafazh-lafazh Al Quran, redaksi-redaksinya, dan ayat-ayatnya mengandung keindahan, kenikmatan dan kemudahan, sehingga mudah unuk dihapal bagi orang yang ingin menghapalnya, menyimpan dalam hatinya, dan menjadikan hatinya sebagai tempat Al Quran. Dari sini, kita mendapati ribuan bahkan puluhan ribu kaum Muslimin yang menghapal Al Quran, dan mayoritas dari mereka adalah anak-anak yang belum menginjak usia baligh. Dalam usia yang masih kanak-anak itu, mereka tidak mengetahui nilai kitab suci, juga apakah ia suci atau tidak, namun tetap saja Al Quran dihapal oleh bilangan orang yang banyak itu. Jika Anda meneliti perhatian orang-orang Kristen terhadap Kitab Suci mereka, kita akan mendapatkan tidak seorangpun yang hapal isinya, tidak setengahnya, atau seperempatnya, dari kalangan orang-orang yang beriman dengan kitab itu, hingga para rahib, pendeta, uskup dan kardinal sekalipun tidak hapal kitab suci mereka. Sementara dengan Al Quran, kita mendapatkan banyak non-Arab yang hapalannya amat bagus: seperti saudara-saudara kita dari India, Pakistan, Bangladesh, Afghanistan, Turki, Senegal dan Muslim Asia-Afrika lainnya, padahal mereka tidak memahami bahasa Arab. Kami pernah menguji mereka dalam musabaqah-musabaqah menghapal Al Quran di negeri Qathar, dan aku dapati salah seorang mereka ada yang menghapal demikian bagusnya sehingga seperti sebuah kaset rekaman Al Quran, yang tidak melupakan satu huruf-pun dari Al Quran, atau satu kata darinya, namun demikian, saat kami tanya dia (dengan bahasa Arab): siapa nama Anda? Ia tidak dapat menjawab! Karena ia tidak memahami bahasa Arab. Ini semua adalah perwujudan dari firman Allah SWT: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benarbenar memeliharanya.” (Al Hijr: 9). Allah SWT telah menjamin pemeliharaan Al Quran ini dengan ungkapan yang tegas itu1, dan diantara perangkat untuk memeliharanya adalah: menyiapkan orang yang menghapalnya, dari satu generasi ke generasi lainnya. Kami telah menghapal Al Quran dengan baik saat belum lagi menginjak usia sepuluh tahun, dan mungkin kami dapat menghapalnya pada usia yang lebih muda lagi. Kami dapati di Bangladesh seorang anak-anak yang telah hapal Al Quran saat ia berusia sembilan tahun. Saat kami mencoba hapalannya, kami dapati hapalannya amat bagus. Kami mendapati di Mesir anak yang telah hapal Al Quran saat ia berusia tujuh tahun, seperti kami saksikan dalam musabaqah tahfizh Al Quran. Dan salah seorang2 1Penegasan itu tampak dalam penggunaan jumlah ismiyyah (redaksional dengan kata benda) dan dalam kata “inna” serta lam dalam khabar “lahaafizhuun”. darinya datang ke Qathar, dan kemudian diterima dengan hormat oleh menteri Pendidikan Qathar beberapa tahun yang lalu. Dan kami melihat seorang anak pada usia yang sama telah menghapal Al Quran dan membacanya dengan baik, dari sebuah kampung dekat kampung asalku di Mesir, yaitu Sajin al Kaum3. Kami temukan sebagian pendidik kontemporer yang mengkritik kegiatan menghapal Al Quran pada saat kanak-kanak, karena ia menghapalnya tanpa pemahaman, dan manusia tidak seharusnya menghapal apa yang tidak ia fahami. Namun kaidah ini tidak boleh diaplikasikan bagi Al Quran, karena tidak mengapa seorang anak menghapal Al Quran pada masa kanak-kanak untuk kemudian memahaminya pada saat dewasa. Karena menghapal pada saat kanak-kanak seperti memahat di atas batu, seperti dikatakan seoarang bijaksana pada masa lalu. Dan saat ada yang mengatakan: orang yang dewasa lebih matang akalnya! Ada yang menjawab: namun ia lebih banyak kesibukannya! Kami telah menghapal Al Quran dan menyimpannya dalam hati semenjak masa kanak-kanak itu, kemudian Allah SWT memberikan manfaat kepada kami saat dewasa. Di antara keistimewaan Al Quran adalah: ia merupakan kitab yang dijelaskan dan dimudahkan untuk dihapal, seperti kami telah jelaskan dalam karakteristikkarakteristiknya. Oleh karena ia dipahami –secara global—oleh yang kecil dan yang besar, yang tidak berpendidikan maupun yang berpendidikan, dan setiap orang mengambil pemahaman darinya sesuai dengan kemampuannya. Kami perlu sebut di sini –saat kami belajar di al Kuttab (madrasah penghapal Al Quran)— kami pernah membaca kisah-kisah Al Quran dan nasehat-nasehatnya, dan kami mengetahui ibrah umum dari kisah-kisah itu, meskipun kami tidak mencapai maknamakna yang dalam yang terkandung dalam redaksi Al Quran, hukum-hukumnya dan semacamnya. Kejadian yang lain adalah saat kami mengulang hapalan surah Ash Shaaffaat kepada syeikh Kuttab kami yaitu Syaikh Hamid. Dalam surah itu terdapat banyak kisah para Rasul, dan di antaranya adalah kisah Nabi Luth a.s. dan kaumnya yang dihancurkan oleh Allah SWT dan dibinasakan dengan azab-Nya. Tentang mereka Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Luth benar-benar salah seorang rasul. (Ingatlah) ketika Kami selamatkan dia dan keluarganya (pengikut-pengikutnya) semua, kecuali seorang perempuan tua (isterinya yang berada) bersama-sama orang yang tinggal. Kemudian Kami binasakan orang-orang yang lain. Dan sesungguhnya kamu (hai penduduk Mekah) benar-benar akan melalui (bekas-bekas) mereka di waktu pagi, dan di waktu malam. Maka apakah kamu tidak memikirkan?.” ( Ash Shaaffaat: 133-138). Kami membaca dua ayat yang terakhir itu seperti ini: .“ وَإِنَّكُمْ لَتَمُرُّونَ عَلَيْهِمْ مُصْبِحِينَ( 137 )وَبِاللَّيْلِ“ 2 Yaitu siswa Badri Abu Zaid dari propinsi Asyuth. 3 Beberapa bulan yang lalu ada seorang anak dari Iran –yang baru berumur tujuh tahun— yang menjadi fenomena dalam menghapal Al Quran al Karim. Yaitu As Sayyid Muhammad Husain Ath Thababai. Ia telah mengunjungi Qathar pada bulan Muharram tahun 1419 H (Mei 1998 M). Ia menampilkan hapalannya dan pemahamannya terhadap Al Quran dengan mencengangkan semua orang. Ia telah mengunjungiku bersama orang tuanya disertai duta besar Iran di Doha, aku kemudian menguji hapalan dan pemahamannya, ternyata memang betul mengagumkan. Dengan menyambung kata “ مُصْبِحِينَ وَبِاللَّيْلِ “, dan tidak berhenti pada ujung ayat, kemudian kami membaca: “ أَفَلَا تَعْقِلُونَ “. Mendengar itu, Syeikh Hamid berkomentar: Allah yaftah `alaik! (Allah membuka pemahaman engkau!) Syeikh itu mengetahui kami telah memahami makna ayat itu: “ Kami dapati sebagian saudara kita yang beragama Kristen yang dengan serius berusha menghapal Al Quran atau banyak juz dari Al Quran, dan agar anak-anaknya juga menghapalnya pada usia kanak-kanak mereka. Seperti diceritakan sendiri oleh Dr. Nazhmi Lukas, seorang sastrawan Koptik Mesir, tentang dirinya, dalam pembukaan bukunya yang terkenal “Muhammad: Risalah dan Rasul”. Ia menceritakan bagaimana bapaknya mengirimnya kepada salah seorang syaikh yang buta dan amat baik hapalannya di kota Suez, kemudian bapaknya meminta syeikh itu untuk mengajarkan anaknya menghapal Al Quran, dan dasar-dasarnya. Dan iapun melaksanakannya. Pemimpin politik Koptik Mesir yang terkenal Makram Ubeid menghapal Al Quran dalam jumlah banyak, dan ia dengan lincah mengutip dari Al Quran dalam pidatopidatonya, dalam artikel-artikelnya, dalam pembelaannya di persidangan, dan kata-kata Al Quran yang ia gunakan itu memberikan keindahan dalam ucapan-ucapannya, dan memberika kekuatan yang tidak dapat diberikan oleh sumber lainnya selain Al Quran. Diantara manfaat menghapal Al Quran pada masa kanak-kanak adalah: meluruskan lidah, membaca huruf dengan tepat, dan mengucapkannya sesuai denan makhraj hurufnya, dan tidak mengalami seperti dialami oleh orang awam dan sayangnya sebagian pendidik, yang kurang fasih dalam membaca huruf jim, dan tidak mengeluarkan lidah saat membaca huruf tsa, dzal, zha dan lainnya, tidak menebalkan huruf-huruf izh-har yang terkenal dalam kha, shad, dhadh, tha, zha, ghain, dan qaf, kapan harus menebalkan huruf raa dan kapan menipiskannya, juga seperti huruf lam dalam kata Allah, kaditebalkan, dan kapan ditipiskan. Dan semacamnya dari bermacam-macam hal yang biasa kita lakukan, sehingga membuat lidah kami lembut dari semenjak kanak-kanak, akibat menghapal Al Quran dan membacanya dengan baik, sehingga akhirnya itu menjadi tabi`at kami yang kedua. 1. Keutamaan Menghapal Al Quran. Banyak hadits Rasulullah SAW yang mendorong untuk menghapal Al Quran, atau membacanya di luar kepala, sehingga hati seorang individu Muslim tidak kosong dari sesuatu bagian dari kitab Allah SWT. Seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas secara marfu`: “Orang yang tidak mempunyai hapalan Al Quran sedikitpun adalah seperti rumah kumuh yang mauh runtuh “4. Dan Rasulullah SAW memberikan penghormatan kepada orang-orang yang mempunyai keahlian dalam membaca Al Quran dan menghapalnya, memberitahukan kedudukan mereka, serta mengedepankan mereka dibandingkan orang lain. Dari Abi Hurarirah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW mengutus satu utusan yang terdiri dari beberapa orang. Kemudian Rasulullah SAW mengecek kemampuan membaca 4 Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi dari Ibnu Abbas (2914), ia berkata: hadits ini hasan sahih. dan hapalan Al Quran mereka: setiap laki-laki dari mereka ditanyakan sejauh mana hapalan Al Quran-nya. Kemudian seseorang yang paling muda ditanya oleh Rasulullah SAW : “Berapa banyak Al Quran yang telah engkau hapal, hai pulan?” ia menjawab: aku telah hapal surah ini dan surah ini, serta surah Al Baqarah. Rasulullah SAW kembali bertanya: “Apakah engkau hapal surah Al Baqarah?” Ia menjawab: Betul. Rasulullah SAW bersabda: “Pergilah, dan engkau menjadi ketua rombongan itu!”. Salah seorang dari kalangan mereka yang terhormat berkata: Demi Allah, aku tidak mempelajari dan menghapal surah Al Baqarah semata karena aku takut tidak dapat menjalankan isinya. Mendengar komentar itu, Rasulullah SAW bersabda: “Pelajarilah Al Quran dan bacalah, karena perumpamaan orang yang mempelajari Al Quran dan membacanya, adalah seperti tempat bekal perjalanan yang diisi dengan minyak misik, wanginya menyebar ke mana-mana. Sementara orang yang mempelajarinya kemudia ia tidur –dan dalam dirinya terdapat hapalan Al Quran— adalah seperti tempat bekal perjalanan yang disambungkan dengan minyak misik “5. Jika tadi kedudukan pada saat hidup, maka saat mati-pun, Rasulullah SAW mendahulukan orang yang menghapal lebih banyak dari yang lainnya dalam kuburnya, seperti terjadi dalam mengurus syuhada perang Uhud. Rasulullah SAW mengutus kepada kabilah-kabilah para penghapal Al Quran dari kalangan sahabat beliau, untuk mengajarkan mereka faridhah Islam dan akhlaknya, karena dengan hapalan mereka itu, mereka lebih mampu menjalankan tugas itu. Di antara sahabat itu adalah: tujuh puluh orang yang syahid dalam kejadian Bi`ru Ma`unah yang terkenal dalam sejarah. Mereka telah dikhianati oleh orang-orang musyrik. Dari Abi Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Penghapal Al Quran akan datang pada hari kiamat, kemudian Al Quran akan berkata: Wahai Tuhanku, bebaskanlah dia, kemudian orang itu dipakaikan mahkota karamah (kehormatan), Al Quran kembali meminta: Wahai Tuhanku tambahkanlah, maka orang itu dipakaikan jubah karamah. Kemudian Al Quran memohon lagi: Wahai Tuhanku, ridhailah dia, maka Allah SWT meridhainya. Dan diperintahkan kepada orang itu: bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga), dan Allah SWT menambahkan dari setiap ayat yang dibacanya tambahan ni`mat dan kebaikan “6. Balasan Allah SWT di akhirat tidak hanya bagi para penghapal dan ahli Al Quran saja, namun cahayanya juga menyentuh kedua orang tuanya, dan ia dapat memberikan sebagian cahaya itu kepadanya dengan berkah Al Quran. Dari Buraidah ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang membaca Al Quran, mempelajarinya dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari Kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di 5 Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi dan ia menilainya hadits hasan (2879), dan lafazh itu darinya. Serta oleh Ibnu Majah secara ringkas (217), Ibnu Khuzaimah (1509), Ibnu Hibban dalam sahihnya (Al Ihsaan 2126), dan dalam sanadnya ada `Atha, Maula Abi Ahmad, yang tidak dinilai terpercaya kecuali oleh Ibnu Hibban. 6 Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi dan ia menilainya hadits hasan (2916), Ibnu Khuzaimah, al hakim, ia menilainya hadits sahih, serta disetujui oleh Adz Dzahabi (1/553). dunia, keduanya bertanya: mengapa kami dipakaikan jubah ini: dijawab: “karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Quran” 7. Kedua orang itu mendapatkan kemuliaan Tuhan, karena keduanya berjasa mengarahkan anaknya untuk menghapal dan mempelajari Al Quran semenjak kecil. Dan dalam hadits terdapat dorongan bagi para bapak dan ibu untuk mengarahkan anak-anak mereka untuk menghapal Al Quran semenjak kecil. Ibnu Mas`ud berkata: “Rumah yang paling kosong dan lengang adalah rumah yang tidak mengandung sedikitpun bagian dari Kitab Allah SWT ”8. Dan pengertian kata “ashfaruha” adalah: yang paling kosong dari kebaikan dan berkah. Al Munziri meriwayatkan dalam kitab At Targhib wa At Tarhib dengan kata: “ashghar al buyut” dengan ghain bukan fa. Dan maknanya adalah: rumah yang paling hina kedudukannya, dan paling rendah nilainya. Para penghapal Al Quran dari Kalangan Sahabat. Banyak terdapat hadits yang berbicara tentang keutamaan orang yang membaca Al Quran dan menghapalnya. Seorang penghapal dinamakan: al qari, sementara kalangan penghapal dinamakan: al qurra. Dan kadang-kadang menghapal diungkapkan dengan kata “al jam`u”. Al Bukhari meriwayatkan dari Qatadah: ia berkata: aku bertanya kepada Anas bin Malik: siapa yang menghapal Al Quran pada masa Rasulullah Saw, ia menjawab: “empat orang, seluruhnya dari kalangan Anshar, yaitu: Mu`adz, Ubay bin Ka`b, Zaid bin Tsabit, dan Abu Zaid (salah satu paman Anas)”. Dalam riwayat yang lain, dari Anas ia berkata: Saat Rasulullah SAW wafat, hanya ada empat orang yang hapal Al Quran: Abu Darda, Mu`adz bin Jabal, Zaid bin Tsatbit dan Abu Zaid9. Riwayat ini bertentangan dengan riwayat lainya dari dua segi: pertama: menggunakan redaksional hashr (pembatasan) pada empat orang. Dan kedua: menyebut Abu Dard sebagai ganti Ubay bin Ka`b!. Beberapa imam menolak pembatasan sahabat yang hapal hanya empat orang. Dan mereka menakwilkan: bahwa perkataan itu seperti itu adalah dalam batas sepengetahuannya. Karena para penghapal lebih banyak dari itu bilangannya, seperti telah diketahui dengan yakin. Al Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Amru ia berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: 7Hadits diriwayatkan oleh Al Hakim dan ia menilanya sahih berdasarkan syarat Muslim (1/568), dan disetujui oleh Adz Dzahabi. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya (21872) dan Ad Darimi dalam Sunannya (3257), penj. 8 Diriwayatkan oleh Al Hakim dari Ibnu Mas`ud secara Mauquf. Ia berkata: sebagian mereka memarfu`kannya, demikian juga dikatakan oleh Adz Dzahabi (1/566). 9 Para berselisih pendapat tentang siapa namanya. Ibnu Hajar berkata: aku kemudian mendapatkan pada Ibnu Abi Daud yang menghilangkan kesulitan ini, karena ia meriwayatkannya dengan sanad sesuai syarat Bukhari kepada Tsumamah dari Anas: bahwa Abu Zaiad yang mengumpulkan Al Quran itu, namanya adalah: Qias bin As Sakan. Ia berkata: Ia adalah seorang lelaki dari kami, dari Bani Adi bin an Najjar, salah seorang anak pamanku, dan ia meninggalkan tanpa mempunyai keturunan, kemudian kami mewariskannya. Selesai. Ia adalah salah seorang anggota Bai`at Aqabah dan pahlawan perang Badar. Lihat: Al Itqaan (2/203). “Pelajarilah Al Quran dari empat orang: dari Abdullah bin Mas`ud, Salim (maula Abi Huzaifah), Mu`adz, dan Ubay bin Ka`b.” Dua yang pertama adalah dari kalangan muhajirin. Hadits yang mengakui keutamaan empat orang dari kalangan Anshar itu tidak menafikan keberadaan yang lainnya yang hapal Al Quran pada saat itu. Banyak sahabat yang menghapal Al Quran seperti hapalan empat orang itu, atau lebih bagus. Dalam riwayat yang sahih: dalam perang Bi`ru Ma`unah yang terbunuh dalam kejadian itu dari kalangan sahabat adalah mereka yang dikenal dengan Al Qurra (para penghapal Al Quran) dan bilangan mereka adalah: tujuh puluh orang. Al Qurthubi memberikan komentar atas perkataan Anas tadi: pada saat perang Yamamah (Perang melawan gerakan murtad) ada tujuh puluh qurra yang syahid, dan pada masa Nabi Saw di Bi`ru Ma`unah sejumlah yang sama juga mendapatkan mati syahid. Anas menyebutkan hanya empat orang itu adalah karena ia amat dekat dengan keempatnya, atau pada saat itu yang ia ingat adalah empat orang itu. SementaAl Hafzih Ibnu Hajar menjelaskan, bahwa yang dimaksud oleh Anas itu adalah dari kalangan Khazraj, tidak termasuk suku Aus. Seperti diriwayatkan oleh Ibnu Jarir darinya ia berkata: Dua suku Aus dan Khazraj berbangga-bangga, Aus berkata: Di antara kami ada yang membuat Arsy bergetar, yaitu Sa`d bin Mu`adz, ada yang persaksiannya dihitung dua persaksian laki-laki, yaitu Khuzaimah bin Tsabit, dan yang dimandikan oleh Malaikat, yaitu Hanthalah bin Abi Amir, dan orang yang dijaga oleh sekawanan lebah, yaitu Ashim bin Abi Tsabit. Sementara suku Khajraz berkata: dari kami ada empat orang yang menghapal Al Quran dengan baik, tidak seperti orang lain ……dan ia menyebutkan namanya10. Al Hafizh as Suyuthi menyebutkan wanita yang menghapal Al Quran, yang menurutnya tidak ada orang lain yang menyebutnya, yaitu Ummu Waraqah binti Abdillah bin Al Harits. Dan Rasulullah SAW pernah menziarahinya, dan menamakannya dengan syahidah, Nabi Muhammad Saw memerintahkannya untuk mengimami keluarganya dalam shalat. Pada masa kekhalifahan Umar wanita itu terbunuh oleh hambanya. Umar berkomentar: Benarlah Rasulullah SAW, beliau pernah bersabda: “Mari kita berangkat menziarahi wanita syahidah“!. Ibnu Hajar berkata: yang tampak dari banyak hadits: bahwa Abu Bakar telah menghapal Al Quran pada masa Rasulullah SAW. Dalam hadits sahih diriwayatkan ia membangun masjid di depan rumahnya, dan membaca Al Quran di sana, dan ia ditandu saat sakit menimpanya. Ia berkata: ini tidak diragukan lagi, karena kesungguhan Abu Bakar untuk menerima Al Quran langsung dari Nabi Saw, ditambah keseriusan hatinya untuk menerima Al Quran. Keduanya berada bersama di Mekkah, dan pergaulan keduanya amat lengket, sehingga Aisyah r.a. berkata: adalah Rasulullah SAW mendatangi mereka setiap pagi dan petang. Dalam hadits sahih Rasulullah SAW bersabda: “Yang menjadi imam suatu kaum adalah orang yang paling pandai tentang Kitab Allah “11. Dan Rasulullah SAW mengedepankan Abu Bakar r.a. untuk menjadi imam shalat kalangan muhajirin dan Anshar. Ini menunjukkan bahwa Abu Bakar adalah orang yang 10 Lihat kitab Al Itqaan karya as Suyuthi juz 1/199-201, tahqiq Muhammad Abu al Fadhl Ibraahim. 11 Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim serta para pemilik Sunan dari Abi Mas`ud. Sahih Jami Ash Shagir (8011). paling menguasai dan menghapal Al Quran dibandingkan yang lain. As Suyuthi berkata: Pendapat ini telah dikemukakan oleh Ibnu Katsir sebelumnya12. Ia berkata: Ibnu Abi Daud meriwayatkan dengan sanad hasan dari Muhammad bin Ka`b al Qurazhi ia berkata: pada masa Rasulullah SAW ada lima orang Anshar yang menghapal Al Quran: yaitu Mu`adz bin Jabal, Ubadah bin Shamit, Ubay bin Ka`b, Abu Darda dan Abu Ayyub al Anshari. Di sini ia menambahkan bilangan yang telah disebut oleh Anas, yaitu: Ubadah dan Abu Ayyub. Abu Ubaid menyebutkan dalam kitab “al Qiraat” para al Qurra dari kalangan sahabat Rasulullah SAW. Dari kalangan Muhajirin adalah: Khalifah yang empat, Thalhah, Sa`d, Ibnu Mas`ud, Huzaifah, Salim, Abu Hurairah, Abdullah bin Saib, Abadilah, Aisyah, Hafshah dan Ummu Salmah. Sedangkan dari Anshar adalah: Ubadah bin Shamit, Mu`adz yang mempunyai nama panggilan Abu Halimah, Majma` bin Jariah, Fadhalah bin Ubaid, dan Muslimmah bin Mukhallad. Ia mengatakan bahwa sebagian dari mereka telah menyempurnakan hapalannya setelah Rasulullah SAW wafat. As Suyuthi berkata: Ibnu Abu Daud memasukkan juga: Tamim Ad Dari dan Uqbah bin `Amir. Ia berkata: Di antara orang yang menghapal juga adalah: Abu Musa al Asy`ari, seperti disebut oleh abu Amru ad Dani13. Tentunya pada masa sahabat, jumlah penghapal Al Quran tidak sebanyak pada masa kita sekarang ini, karena mereka mempelajari Al Quran; ilmu dan amalnya sekaligus. Oleh karena itu Umar berkata: Jika seseorang telah mempelajari surah Al Baqarah dan Ali Imran maka ia telah tampak terhormat di mata kami! Artinya ia menjadi orang yang mempunyai kehormatan dan kedudukan di mata kami. Saat Umar mengkhatamkan surah Al Baqarah, ia menyembelih unta sebagai ucapan syukur kepada Allah SWT atas nikmat itu. Dan kami sendiri, saat masih kecil, jika telah menghatamkan surah Al Baqarah kami membuat acara, dan kami namakan itu sebagai: Al Khatmaah ash Shughra (khataman kecil). Sedangkan Al Khatmah al Kubra (khataman besar) adalah dengan menyempurnakan menghapal Al Quran seluruhnya. Ini tidak aneh, karena Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasulullah SAW: “Jangan jadikan rumah-rumah kalian menjadi kuburan, karena rumah yang tidak dibacakan surah Al Baqarah di dalamnya, tidak dimasuki oleh syaitan “14. Dari Abi Umamah al Bahili: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Bacalah surah Al Baqarah, karena membacanya membawa berkah, dan meninggalkannya adalah kerugian, dan orang yang membacanya tidak dapat disihir (teluh atau santet)” 15. Artinya: para penyihir, tidak dapat mencapai sasarannya. Ibnu Mas`ud berkata: “Al Quran ini adalah hidangan Allah SWT, maka barangsiapa yang dapat mempelajari sesuatu dari Al Quran hendaknya ia mempelajarinya. Karena rumah yang paling kosong dari kebaikan adalah rumah yang di 12 Al Itqaan (1/201). 13 Ibid (1/202-203). 14Hadits diriwayatkan dengan lafazh ini oleh At Tirmizi dalam Tsawab al Baqarah (2780). Ia berkata: hadits ini hasan sahih. Dan Muslim meriwayatkan dengan lafazh: إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةَ الْبَقَرَةِ “Syaitan akan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surah Al Baqarah “. Hadits (780). 15Hadits diriwayatkan oleh Muslim dalam Shalat al Musafirin, bab Fadhlu al Quran wa Surah al Baqarah, dengan nomor 804. dalamnya tidak ada sedikitpun kitab Allah SWT. Rumah yang tidak ada sesuatupun di dalamnya dari kitab Allah, adalah seperti rumah kosong yang tidak berpenghuni. Dan syaitan akan keluar dari rumah yang di dalamnya dibaca surah Al Baqarah16. Ibnu Masu`d berkata pula: “ Segala sesuatu mempunyai puncak, dan puncak Al Quran adalah: Surah al Baqarah”17. 2. Etika para Penghapal Al Quran. Para penghapal Al Quran mempunyai etika-etika yang harus diperhatikannya. Dan mereka mempunyai tugas yagn harus dijalankan, sehingga mereka benar-benar menjadi “keluarga Al Quran”, seperti sabda Rasulullah SAW tentang mereka: “Allah mempunyai keluarga dari kalangan manusia. Beliau ditanya: siapa mereka wahai Rasulullah? Beliau bersabda: Ahli Al Quran, mereka adalah keluarga Allah Saw dan orang-orang dekat-Nya “18. Selalu Bersama Al Quran. Di antara etika itu adalah: selalu bersama Al Quran, sehingga Al Quran tidak hilang dari ingatannya. Yaitu dengan terus membacanya dari hapalannya, atau dengan membaca mushaf, atau juga dengan mendengarkan pembaca yang bagus, dari radio atau 16 Al Haitsami berkata dalam kitab Majma` Az Zawaid: Hadits diriwayatkan oleh Ath Thabrani dengan beberapa sanad, dan para periwayat jalan ini adalah sahih (7/164). Catatan penerjemah: Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Umamah Al Bahili (1337), Ahmad dalam Musnadnya dengan beberapa sanad, dan ad Darimi (3257). 17Hadits diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Fadhail al Quran, dan ia menilai sahih isnadnya (1/561), serta disetujui oleh Adz Dzahabi. Ia meriwayatkannya secara marfu. Catatan penerjemah: sementara At Tirmizi dalam Fhadhail al Quran dari Abi Hurairah (2803), Ahmad dalam Musnadnya dari Abi Ma`qil bin Yasar (19415) dan Darimi dalam sunannya dari Abdullah (3243), meriwayatkannya secara muttashil. 18Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan An Nasai dalam “ Al Kubra” serta Ibnu Majah (215), al Hakim (1/556. Lihat: Sahih al Jami` ash Shagir (2165). kaset rekaman para qari yang terkenal. Berkat ni`mat Allah SWT, di beberapa negara Islam terdapat siaran Al Quran al Karim, yang memberikan perhatian pada pembacaan Al Quran, tajwidnya serta tafsirnya. Dari Ibnu Umar r.a.: bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda: “Perumpamaan orang yang hapal Al Quran adalah seperti pemilik unta yang terikat, jika ia terus menjaganya maka ia dapat terus memegangnya, dan jika ia lepaskan maka ia akan segera hilang.” Hadits diriwayaktan oleh Bukhari dan Muslim. Dan Muslim menambah dalam riwayatnya: “Jika ia menjaganya, dan membacanya pada malam dan siang hari, maka ia dapat terus mengingatnya, sedangkan jika tidak, maka ia akan melupakannya”19. Makna “al mu`aqqalah” adalah: terikat dengan tambang, yaitu tambang yang dipegang karena takut terlepas. Dan pluralnya adalah `uqul. Dari Abdullah bin Mas`ud r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Amat buruk orang yang berkata: “Aku telah melupakan hapalan ayat ini dan ayat itu, namun sebenarnya ia dilupakan. Terus ulang-ulanglah hapalan Al Quran, karena ia lebih cepat pergi dari dada manusia, dari perginya unta dari ikatannya”20. Makna kata “nussia“ adalah: Allah SWT yang membuatnya lupa, sebagai hukuman terhadap kesalahan yang ia lakukan. Dari Abi Musa al Asy`ari r.a. dari Nabi Saw bersabda: “ Teruslah jaga hapalan Al Quran, karena Dzat yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya, ia lebih cepat lepas dari lepasnya unta dari ikatannya.” Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dan riwayat Bukhari dengan kata “asyaddu tafashshian” 21. Penghapal Al Quran harus menjadikan Al Quran sebagai temannya dalam kesendiriannya, serta penghiburnya dalam kegelisahannya, sehingga ia tidak berkurang dari hapalannya. Qasim bin Abdurrahman berkata: Aku bertanya kepada sebagian kaum sufi: tidak ada seorangpun yang menjadi teman kesepianmu di sini? Ia mengulurkan tangannya ke mushaf, dan meletakkannya di atas batu dan berkata: inilah temah kesepianku! As Suyuthi berbicara tentang hukum melupakan Al Quran, ia berkata: melupakan hapalan Al Quran adalah dosa besar, seperti dikatakan oleh An Nawawi dalam kitab “Ar Raudhah” dan ulama lainnya. Dengan dalil hadits Abi Daud: “Dosa-dosa umatku diperlihatkan kepadaku, dan aku tidak dapati dosa yang lebih besar dari dosa seseorang yang diberi ni`mat hapal Al Quran atau suatu ayat, kemudian ia melupakannya”22. Dan ia meriwayatkan pula hadits: “Siapa yang membaca (hapal) Al Quran namun kemudian melupakannya, maka ia akan bertemu Allah SWT pada hari kiamat dalam keadaan terserang penyakit sopak”23. Demikian pula hadits Ibnu Mas`ud dan Abi Musa sebelumnya. Sedangkan hadits Abi Daud yang pertama, diriwayatkan oleh Tirmizi, dan ia berkata: hadits itu gharib (atau dha`if). Dan ketika Imam Bukhari ditunjukkan hadits itu, 19 Lihat: Al Lu’lu wa al Marjan (452). Juga Al Muntaqa min at Targhib wa at Tarhib, dan hadits (794). 20 Lihat: Al Lu’lu wa al Marjaan (453), juga al Muntaqa. Hadits (795). 21 Lihat: Al Lu’lu wa al Marjan (454). 22Hadits diriwayatkan oleh Abu Daud (461). 23Hadits diriwayatkan oleh oleh Abu Daud dalam Ash Shalat (1744), dengan lafazh yang sama: bab At Tasydid fi man Hafazha al Quran tsumma nasiahu. ia tidak mengetahuinya dan melihatnya hadits yang gharib24. Sedangkan hadits kedua dikomentari oleh Al Munziri: dalam sanadnya adalah Yazid bin Abi Ziyad, ia tidak dapat dijadikan hujjah, dan ia juga munqathi`25. Jika hadits-hadits yang dijadikan landasan orang yang mengatakan bahwa melupakan Al Quran adalah dosa besar, telah jelas kelemahannya, maka yang tersisa adalah celaan terhadap tindakan melupakan Al Quran itu. Karena sang penghapal itu jarang mengulangnya, namun tidak sampai kepada keharaman, apalagi menjadi dosa besar. Namun yang paling kuat adalah, ia merupakan perkara yang makruh dengan sangat. Dan tidak pantas bagi seorang Muslim yang memiliki perbendaharaan hapalan Al Quran yang amat berharga ini menyia-nyiakannya, hingga hilang darinya. Yang membuat kami mengatakan hal ini adalah: kami takut (ancaman dosa besar) ini membuat orang enggan menghapal Al Quran, karena ia mempunyai kemungkinan melupakan hapalannya itu, dan akibatnya ia mendapatkan dosa besar, sementara jika ia tidak menghapalnya sama sekali, ia tidak terancam mendapatkan dosa sedikitpun. Berakhlaq dengan Akhlaq Al Quran. Orang yang menghapal Al Quran hendaklah berakhlak dengan akhlak Al Quran. Seperti Nabi Muhammad Saw. Aisyah r.a. pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW, ia menjawab: “Akhlak Nabi Saw adalah Al Quran”26. Penghapal Al Quran harus menjadi kaca yang padanya orang dapat melihat aqidah Al Quran, nilai-nilainya, etika-etikanya, dan akhlaknya, dan agar ia membaca Al Quran dan ayat-ayat itu sesuai dengan perilakunya, bukannya ia membaca Al Quran namun ayat-ayat Al Quran melaknatnya. Dari Abdullah bin Amru bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang membaca (menghapal) Al Quran, berarti ia telah memasukkan kenabian dalam dirinya, hanya saja Al Quran tidak diwahyukan langsung kepadanya. Tidak sepantasnya seorang penghapal Al Quran ikut maraj bersama orang yang marah, dan ikut bodoh bersama orang yang bodoh, sementara dalam dirinya ada hapalan Al Quran “27. Makna kata “yajidu” adalah dari al wajd atau al wijdan, yang berarti: amat marah atau amat sedih. Dengan pengertian ia dikuasai oleh perasaannya, dan hal itu mempengaruhi perilakunya. Ibnu Mas`ud r.a. berkata: penghapal Al Quran harus dikenal dengan malamnya saat manusia tidur, dan dengan siangnya saat manusia sedang tertawa, dengan diamnya saat manusia berbicara, dan dengan khusyu`nya saat manusia gelisah. Penghapal Al 24 At Tirmizi mengutip dari Al Bukhari: bahwa Al Muthallib bin Abdullah bin Hanthab –perawi hadits— tidak mendengar langsung dari seorang sahabatpun. Dan seterusnya. Lihat: hadits non (2917), dalam Tirmizi, dan hadits no. (461) dalam Abi Daud. Ibnu Jauzi menyebutnya dalam Al `Ilal al Mutanahiah, dengan no. (158). Dikutip dari Ad Daruquthni: bahwa hadits itu tidak tsabit (tidak kuat) karena Ibnu Juraij tidak mendengar sesuatupun dari Al Muthallib (juz 1/109). Al Munziri juga mengatakan bahwa dalam sanadnya ada Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Abi Ruwad, yang dinilai kuat oleh Yahya bin Ma`in serta diperselisihkan oleh banyak orang. Mukhtashar as Sunan. Hadits 433 (1/259). 25 Mukhtashar as Sunan. Hadits 1422 (juz 2/139). 26Hadits diriwayatkan oleh Muslim dalam Shalat al Musafirin (746). 27Hadits diriwayatkan oleh al Hakim dan ia menilai sahih sanadnya, dan itu disetujui oleh Adz Dzahabi (1/552). Quran harus tenang dan lembut, tidak keras, tidak sombong, tidak bersuara kasar atau berisik dan tidak cepat marah. Ibnu Mas`ud r.a. seakan sedang berbicara kepada dirinya sendir, karena ia adalah salah seorang imam penghapal Al Quran, dan ia menjadi orang yang betul-betul sesuai dengan prediket penghapal Al Quran. Ibnu Mas`ud juga mengecam orang-orang yang: Al Quran diturunkan kepada mereka agar mereka mengamalkan isinya, namun ia hanya menjadikan kegiatan mempelajari Al Quran itu sebagai amalnya! Salah seorang dari mereka dapat membaca Al Quran dari awal hingga akhirnya tanpa salah satu huruf-pun, namun ia tidak mengamalkan apa yang terdapat dalam Al Quran itu! Seorang zahid yang terkenal; Fudhail bin `Iyadh, berkata: pembawa (penghapal) Al Quran adalah pembawa bendera Islam, maka ia tidak boleh bermain-main bersama orang-orang yang senang bermain, tidak lupa diri bersama orang yang lupa diri dan tidak bercanda bersama orang yang bercanda, sebagai bentuk penghormatan terhadap hak Al Quran. Ia berkata: seorang penghapal Al Quran harus tidak butuh kepada orang lain, tidak kepada para khalifah, dan tidak pula kepada orang yang lebih rendah kedudukannya. Sebaliknya, ia harus menjadi tumpuan kebutuhan orang. Sebagian salaf berkata: “ada seorang hamba yang saat memulai membaca satu surah Al Quran, maka malaikat akan terus berdoa baginya hingga ia selesai membacanya. Dan ada orang yang membaca satu surah Al Quran, namun malaikat terus melaknatnya hingga ia selesai membacanya”. Seseorang bertanya kepadanya: “mengapa bisa terjadi seperti itu?”. ia menjawab: “Jika ia menghalalkan apa yang dihalalkan Al Quran dan mengharamkan apa yang diharamkan Al Quran maka malaikat akan berdoa baginya, namun jika sebaliknya maka malaikat akan melaknatnya!”. Sebagian ulama berkata: ada seseorang yang membaca Al Quran dan ia sedang melaknat dirinya sendiri, dengan tanpa sadar. Ia membaca: “ala la`natullah `ala azh zhaalimiin” (sesungguhnya laknat Allah diberikan kepada orang-orang zalim), sementara ia adalah orang yang zalim! dan membaca “ ala la`natullah ala al mukdzibiin” (sesunguhnya laknat Allah ditimpakan kepada para pendusta), sementara ia termasuk golongan yang mendustakan itu! Inilah makna perkata Anas bin Malik r.a.: Ada orang yang membaca Al Quran, dan Al Quran itu melaknatnya! Al Hasan berkata: Kalian menjadikan membaca Al Quran sebagai stasion-stasion, dan menjadikan malam sebagai unta (kendaraan), yang kalian kendarai, dan dengannya kalian melewati stasion-stasion itu. sementara orang-orang sebelum kalian jika melihat risalah-risalah dari Rabb mereka, maka mereka segera mentadabburinya pada malam hari, dan melaksanakan isinya pada siang hari! Maisarah berkata: Yang aneh adalah Al Quran yang terdapat dalam diri orang yang senang melakukan perbuatan dosa! Keanehan itu terjadi karena Al Quran berada di satu lembah, sementara akhlak penghapal Al Quran itu dan perilakunya berada di lembah lain! Abu Sulaiman Ad Daarani berkata: Neraka Zabbaniah lebih cepat dimasuki oleh penghapal Al Quran –yang melakukan maksiat kepada Allah SWT—dibandingkan penyembah berhala, saat mereka melakukan maksiat kepada Allah SWT setelah membaca Al Quran! Sebagian ulama berkata: Jika serang anak Adam membaca Al Quran kemudian ia berlaku buruk, setelah itu ia kembali membaca Al Quran, Dia berkata kepada orang itu: “Apa hakmu membaca firman-Ku, sementara engkau berpaling dari-Ku?!”. Ibnu Rimah berkata: Aku menyesal telah menghapal Al Quran, karena aku mendengar bahwa orang-orang yang menghapal Al Quran akan ditanyakan dengan pertanyaan-pertanyaan sama yang diajukan kepada para Nabi pada hari kiamat!28. Tidakaneh jika para penghapal Al Quran dari kalangan sahabat adalah mereka yang berada di barisan pertama saat shalat di Masjid, yang berada di garis terdepan saat jihad, dan orang yang pertama melakukan kebaikan di tengah masyarakat. Dalam sebagian peperangan perluasan wilayah Islam, ada orang yang berteriak: wahai para penghapal surah Al Baqarah, hari ini sihir tidak telah lenyap! Seperti terjadi pada perang Yamamah yang terkenal dan dalam perang melawan kelompok murtad. Huzaifah berkata pada hari yang menegangkan itu: wahai para penghapal Al Quran, hiasilah Al Quran dengan amal perbuatan kalian. Pada hari Yamamah (peperangan melawan gerakan riddah) Salim maula Abi Huzaifah, saat ia membawa bendera pasukan Islam, ditanya oleh kaum Muhajirin: “Apakah engkau tidak takut jika kami berjalan di belakangmu?” Ia menjawab: “Sepaling jelek penghapal adalah aku, jika aku sampai berjalan di belakang kalian dalam perang ini!”29. Dalam peperangan Yamamah, saat memerangi Musailimah al Kazzab, sejumlah besar penghapal Al Quran mendapatkan mati syahid, karena mereka selalu berada di barisan terdepan. Hingga ada yang mengatakan: mereka berjumlah tujuh ratus orang. Inilah yang mendorong dilakukannya pembukuan Al Quran, karena ditakutkan para penghapal Al Quran habis dalam medan jihad. Cara menghapal mereka membantu mereka untuk melaksanakan isi Al Quran itu. Perhatian mereka tidak hanya untuk menghapal kalimat-kalimat dalam Al Quran itu saja. Namun yang mereka perhatikan adalah memahami makna dan mengikutinya, baik dalam bagian perintah maupun larangan. Imam Abu Amru Ad Dani menulis dalam kitabnya “Al Bayan” dengan sanadnya dari Utsman dan Ibnu Mas`ud serta Ubay r.a.: Rasulullah SAW membacakan kepada mereka sepuluh ayat, dan mereka tidak meninggalkan ayat itu untuk menghapal sepuluh ayat selanjutnya, hingga mereka telah belajar untuk menjalankan apa yang yang terdapat dalam sepuluh ayat itu. Mereka berkata: kami mempelajari Al Quran dan beramal dengannya sekaligus. Abdurrazzaq meriwayatkan dalam Mushannafnya dari Abdurrahman As Sulami, ia berkata: Kami, jika mempelajari sepuluh ayat Al Quran, tidak akan mempelajari sepuluh ayat selanjutnya, hingga kami mengetahui halal dan haramnya, serta perintah dan larangannya (terlebih dahulu)30. 28 Atsar ini disebut oleh Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin. 29 Lihat Al Bidayah wa Nihayah, karyat Ibnu Katsir juz 6/324. Cet. Beirut. 30 Lihat: Al Mushannaf-al Atsar (6027) ia terdapat dalam Musnad Ahmad dai As Sulami: kami diceritakan oleh orang yang meriwayatkan hadits kepada kami dari kalangan sahabat Rasulullah Saw: bahwa mereka mengambil dari Rasulullah Saw sepuluh ayat Al Quran, dan tidak mengambil sepuluh ayat yang lain, hingga mengetahui ilmu dan amal yang terkandung dalam sepuluh ayat itu. ia berkata: maka Rasulullah Saw mengajarkan kami ilmu dan amal sekaligus. Al Haitsami berkata: di dalam riwayat itu ada Atha bin Saib, ia hapalannya telah bercampur dan kacau (1:65). Dalam kitab Muwath-tha Malik ia mengatakan: disampaikan kepadanya bahwa Abdullah bin Umar mempelajari surah Al Baqarah selama delapan tahun. Hal itu terjadi karena ia mempelajarinya untuk kemudian mengamalkan kandungannya, ia memerintahkan dengan perintahnya, dan melarang dari laranganlarangannya, dan berhenti pada batas-batas yang diberikan oleh Allah SWT . Oleh karena itu Ibnu Mas`ud berkata: Kami merasa kesulitan menghapal Al Quran, namun kami mudah menjalankan isinya. Sedangkan orang setelah kami merasakan mudah menghapal kalimat-kalimat Al Quran, namun mereka kesulitan untuk menjalankan isinya. Dari Ibnu Umar ia berkata: Orang yang mulia dari sahabat Rasulullah SAW dari generasi pertama umat ini, hanya menghapal satu surah dan sejenisnya, namun mereka diberikan rezki untuk beramal sesuai dengan Al Quran. Sementara generasi akhir dari umat ini, mereka membaca Al Quran, dari anak kecil hingga orang buta, namun mereka tidak diberikan rezki untuk mengamalkan isinya! Mu`adz bin Jabal berkata: “Pelajarilah apa yang kalian hendaki untuk diketahui, namun Allah SWT tidak akan memberikan pahala kepada kalian hingga kalian beramal!”31. Ikhlash dalam Mempelajari Al Quran. Para pengkaji dan penghapal Al Quran harus mengikhlaskan niatnya, dan mencari keridhaan Allah SWT semata, dan semata untuk Allah SWT ia mempelajari dan mengajarkan Al Quran itu, tidak untuk bersikap ria (pamer) di hadapan manusia, juga tidak untuk mencari dunia. Imam Al Qurthubi menulis dalam pembukaan tafsirnya “ Bab Tahzir Ahli Al Quran wa al Ilmi min Ar Riya wa Ghairihi” ia berkata: Allah SWT berfirman: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.” (An Nisaa: 36). Dan Allah SWT berfirman: “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al Kahfi: 110) Muslim meriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. ia berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang pertama kali disidangkan pada hari Kiamat ada seorang yang dinilai mati syahid. Orang itu dihadirkan, kemudian kepadanya dibeberkan ni`mat-ni`mat Allah yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakui hal itu. kemudian Allah SWT bertanya: Apa yang engkau lakukan sebagai rasa syukur terhadap ni`mat-ni`mat itu? Ia menjawab: Aku berperang membela-Mu hingga aku mati syahid. Allah SWT mengomentari: “engkau berdusta, karena engkau berperang hanya untuk dikatakan sebagai si pemberani, dan itu sudah dikatakan orang”. Maka vonisnya kemudian diputuskan, dan ia diseret dengan muka menghadap tanah, hingga ia dilemparkan ke neraka. Kemudian seseorang yang telah mempelajari Al Quran, mengajarkannya dan membaca Al Quran. Orang itu dihadirkan, kemudian kepadanya dibeberkan ni`mat-ni`mat Allah yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakui hal itu. kemudian Allah SWT bertanya: Apa yang engkau lakukan sebagai rasa syukur terhadap ni`mat-ni`mat itu? ia menjawab: Aku mempelajari 31 Seluruh atsar ini disebutkan oleh Al Qurthubi dalam muqaddimah tafsirnya (1/34-35). Al Quran, dan mengajarkannya kepada manusia, dan aku membaca Al Quran demi-Mu. Allah SWT mengomentari jawabannya itu: “Engkau berdusta, karena engkau mempelajari Al Quran agar dikatakan orang sebagai orang alim, dan engkau membaca Al Quran agar manusia mengatakan: dia seorang qari. Dan itu sudah dikatakan orang. Maka vonisnya kemudian diputuskan, dan ia diseret dengan muka menghadap tanah, hingga ia dilemparkan ke neraka. Selanjutnya seseorang yang Allah SWT berikan keluasan harta, dan kepadanya diberikan seluruh macam kekayaan. Orang itu dihadirkan, kemudian kepadanya dibeberkan ni`mat-ni`mat Allah yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakui hal itu. kemudian Allah SWT bertanya: Apa yang engkau lakukan sebagai rasa syukur terhadap ni`mat-ni`mat itu? Ia menjawab: Setiap aku mendapati jalan dan usaha kebaikan yang Engkau senangi agar aku nafkahkan hartaku untuknya, aku segera menginfakkan hartaku demi-Mu. Allah SWT mengomentari jawabannya itu: “Engkau berdusta, karena engkau melakukan itu semua agar dikatakan sebagai seorang dermawan, dan itu telah dikatakan orang. Maka vonisnya kemudian diputuskan, dan ia diseret dengan muka menghadap tanah, hingga ia dilemparkan ke neraka”32. At Tirmizi meriwayatkan hadits ini: kemudian Rasulullah SAW menepuk lututku dan bersabda: “Wahai Abu Hurairah, tiga orang itu adalah makhluk Allah SWT yang pertama yang dibakar oleh api neraka pda hari kiamat.” Ibnu Abdil Barr berkata: hadits iadalah bagi orang yang berniat dengan ilmu dan amalnya bukan karena Allah SWT. Diriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw bahwa beliau bersabda: “Siapa yang mencari ilmu bukan karena Allah –atau ia bertujuan bukan untuk Allah— maka bersiap-siaplah ia menempati tempatnya di neraka” 33. Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mempelajari ilmu yang seharusnya semata untuk Allah, namun ia mencarinya untuk mendapatkan dunia, maka ia tidak dapat mencium bau surga pada hari Kiamat” 34. Artinya: baunya. Tirmizi berkata: hadits ini hasan. Tirmizi meriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Berlindunglah kalian kepada Allah SWT dari Jubb al Huzn”. Mereka bertnya: Apa itu Jubb al Huzn wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Ia adalah sebuah lembah di dalam neraka, yang neraka sendiri memoh perlindungan kepada Allah SWT darinya seratus kali setiap hari”. Ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah Saw, siapa yang memasuki lembah itu? beliau menjawab: “Para pembaca (penghapal Al Quran) yang memamerkan amalamal mereka” 35. Ia berkata: hadits ini gharib. 32Hadits diriwayatkan oleh Muslim dalam Al Imarah (1905) dan Tirmizi dalam Az Zuhd (2382), ia berkata: hadits ini hasan gharib. Catatan penerjemah: hadits ini juga diriwayatkan oleh An Nasai dalam kitab Al Jihad (3086), dan Ahmad dalam musnadnya (7928). 33Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam muqaddimah sunannya (258), Tirmizi dalam al Ilmu (2657). Dan ia berkata: hadits ini hasan gharib, keduanya dari Ibnu Umar. 34Hadits diriwayatkan oleh Abu Daud dalam al Ilmu (3664), Ibnu Majah dalam muqaddimah sunannya (252). Aku tidak temukan dalam Tirmizi, meskipun al Munziri juga menisbahkannya kepada Tirmizi dalam kitab Mukhtashar Sunan. 35Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi dalam Az Zuhd (2384). Ia berkata tentang hadits ini: hasan gharib, dan oleh Ibnu Majah dalam al Muqaddimah (256). Para penghapal Al Quran dan penuntut ilmu harus bertakwa kepada Allah SWT dalam dirinya, dan mengikhlaskan amalnya kepada-Nya. Sedangkan perbuatan dan niat buruk yang pernah terjadi sebelumnya, maka hendaknya ia segera bertaubat dan kembali kepada Allah SWT, untuk kemudian memulai dengan keikhlasan dalam menuntut ilmu dan beramal. `Alqamah meriwayatkan dari Abdullah bin Mas`ud ia berkata: apa yang akan kalian lakukan jika kalian mendapatkan fitnah yang membuat anak kecil menjadi segera menjadi dewasa dan membuat orang tua menjadi tua renta, dan itu dijadikan “sunnah” (tradisi) yang diikuti oleh manusia, jika hal itu ia merubah sedikit saja hal itu, maka ada yang segera mengatakan: Apakah engkau mau merubah sunnah?! Seseorang bertanya: kapan itu terjadi wahai Aba Abdirrahman? Ia menjawab: hal itu terjadi jika para qurra (pembaca dan penghapal Al Quran) kalian banyak, namun sedikit ulama sejati kalian, para pemimpin kalian banyak, namun sedikit mereka yang jujur dan amanah, engkau mencari dunia dengan amal akhirat, dan mempelajari agama bukan untuk tujuan agama36. Sufyan bin `Uyaynah berkata: Kami mendapat berita bahwa Ibnu Abbas berkata: kalau para penghapal Al Quran mengambilnya dengan haknya dan apa yang seharusnya, niscaya mereka akan dicintai oleh Allah SWT. Namun mereka mencari dunia dengan Al Quran itu, sehingga Allah SWT marah terhadap mereka, dan merekapun menjadi hina di hadapan manusia. Diriwayatkan dari Abu Ja`far bin Ali dalam firman Allah SWT: “Maka mereka (sembahan-sembahan itu) dijungkirkan ke dalam neraka bersama-sama orang-orang yang sesat.” ( Asy Syu`araa: 94), ia berkata: mereka adalah kaum yang menceritakan kebenaran dan keadilan dengan lidah mereka, namun mereka justru melakukan yang sebaliknya!. 3. Kewajiban-kewajiban Intelektual dan Keimanan bagi Penghapal Al Quran. Al Qurthubi berkata dalam “Bab tentang Apa yang Seharusnya Dilakukan oleh Penghapal Al Quran bagi Dirinya, dan Tidak Melalaikannya”. Yang pertama adalah: agar ikhlas dalam menuntut ilmu seperti telah kami katakan sebelumnya, dan agar membaca Al Quran pada malam dan siang hari, dalam shalat dan di luarnya, hingga ia tidak melupakannya. Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang hapal Al Quran adalah seperti pemilik unta yang diikat, jika ia memperhatikan dan menjaganya maka ia dapat terus memegangnya, dan jika ia biarkan maka ia seger pergi 96, dan jika seorang penghapal Al Quran membacanya pada malam dan siang hari, maka ia dapat terus mengingatnya, dan jika tidak maka ia segera melupakannya “. Dan ia harus memuji Allah SWT, mensyukuri nikmat-nikmat-Nya, berdzikir kepada-Nya, bertawakkal kepada-Nya, meminta tolong kepada-Nya, bertujuan untuk- 36 Al Munziri berkata dalam At Targhiib: diriwayatkan oleh Abdurrazaq secara mauquf. Nya, meminta penjagaan kepada-Nya dan mengingat kematian serta mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian itu. Ia harus mengkhawatirkan dosanya, meminta ampunan kepada Rabb-nya, dan hendaknya perasaan takut dalam keadaan sehat lebih ia rasakan, karena ia tidak tahu kapan akan menemui ajalnya, dan harapan kepada Rabb-nya saat ia menemui ajal hendaknya lebih kuat dalam dirinya, dan berperasangka baik kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak mati seseorang dari kalian, kecuali ia berperasangka baik kepada Allah SWT”37. Maksudnya, prasangka bahwa Dia akan mengasihinya serta memberikan ampunan kepadanya. Hendaknya ia mengetahui penguasa pada masanya, menjaga diri dari kekuasaannya, berusaha untuk menjauhkan dirinya dari penguasa itu, dan menjaga kelurusan hidupnya, serta menjauhkan dirinya sedapat mungkin dari godaan dunianya, dan ia berusaha keras dalam hal itu sekuat tenaga. Dan hendaknya perkaranya yang paling penting adalah wara` dalam agamanya, bertaqwa kepada Allah SWT, dan memperhatikan perintah dan larangan Allah SWT. Ibnu Mas`ud berkata: pembaca Al Quran hendaknya mengetahui malamnya saat manusia tidur, dan siangnya saat manusia bangun, dengan tangisnya saat manusia tertawa, dengan diamnya saat manusia ribut, dengan kekhusyu`annya saat manusia gelisah, serta dengan kesedihannya saat manusa gembira ria. Abdullah bin Amru berkata: tidak seharusnya seorang penghapal Al Quran ikut larut bersama orang lain saat mereka tenggelam dalam dunia, tidak turut bodoh bersama orang bodoh, namun ia memberi maaf bagi orang lain, dan menampilkan dirinya dengan lembut dan berwibawa. Ia harus bertawadhu` terhadap para fakir miskin, menjauhkan takabbur dan memuji diri sendiri, menjauhi dunia dan anak-anak dunia jika ia takut terhadap fitnah, meninggalkan pertengkaran dan perdebatan, serta bersikap lembut dan berakhlak mulia. Ia harus menjadi orang yang tidak menimbulkan kejahatan, kebaikannya diharapkan, tidak membuat kerusakan, tidak memperdulikan orang yang mengadu dombanya, bersahabat dengan orang yang membantunya dalam melakukan kebaikan, yang menunjukkannya kepada kejujuran dan akhlak yang mulia, serta yang menghiasi dirinya bukan mengotorinya. Hendaknya ia mempelajari hukum-hukum Al Quran dan meminta pemahaman dari Allah SWT akan keinginan-Nya dan kewajiban yang harus ia jalankan, sehingga ia dapat mengambil manfaat dari apa yang ia baca, mengerjakan apa yang baca, karena bagaimana mungkin ia mengamalkan sesuatu yang ia tidak pahami? Dan alangkah buruknya orang yang ditanyakan tentang apa yang ia baca namun ia tidak tahu. Jika demikian maka ia seperti kuda yang membawa kitab-kitab besar (namun tidak memahami sedikitpun isi kitab-kitab itu)! Ia harus mengetahui bagian Al Quran Makiah dan Madaniah, sehingga ia mengetahui mana yang ditujukan kepada manusia pada awal Islam, dan mana yang diturunkan pada akhir masa kenabian, apa yang diwajibkan oleh Allah SWT pada awal Islam, dan apa yang ditambah kemudian dari kewajiban-kewajiban itu pada masa akhir kenabian. Bagian Madaniah adalah pengganti bagian Makiah, dan bagian Makiah tidak 37 Hadits diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Al Jannah wa Shifaatu Na`imiha (2877). mungkin menjadi pengganti bagian Madaniah. Karena yang terhapus (tergantikan) dari ayat-ayat itu adalah apa yang diturunkan sebelum ayat pengganti (nasikh). Al Qurthubi berkata: jika point-point tadi telah dikuasai oleh penghapal Al Quran, maka ia menjadi oryang ahli Al Quran, dan ia menjadi orang yang dekat Allah SWT. Ia tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang kami sebutkan sebelumnya hingga ia mengikhlaskan niatnya kepada Allah SWT semata, baik saat ia menuntut ilmu maupun setelahnya. Seorang penuntut ilmu dapat saja memulia pencariannya itu dengan tujuan untuk kebanggaan dan kemuliaan dunia, hingga akhirnya ia mengetahui kesalahan niatnya itu, maka ia bertaubat dari hal itu dan mengikhlaskan niatnya kepada Allah SWT, dan iapun dapat mengambil manfaat darinya dan memperbaiki perilakunya. Al Hasan berkata: kami sebelumnya menuntut ilmu karena dunia, namun kemudian kami tarik diri kami ke akhirat. Sufyan Tsauri juga berkata seperti itu. sementara Habib bin Abi Tsabit berkata: Kami menuntut ilmu tidak disertai niat, kemudian datang niat itu setelahnya38. Mengajarkan Al Quran Bukhari meriwayatkan dalam kitab sahihnya dari Utsman r.a. bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda: “Sepaling baik kalian adalah orang yang mempelajari Al Quran dan mengajarkannya”. Al Quran adalah objek yang paling utama untuk dipelajari dan diajarkan. Zarkasyi berkata dalam kitabnya “Al Burhan”: “Para ulama sahabat kami mengatakan: mengajarkan Al Quran adalah fardhu kifayah, demikian juga menghapalnya, adalah wajib bagi umat Islam. Makna kewajiban itu –seperti dikatakan oleh Al Juwaini— adalah agar jumlah mata rantai berita mutawatir tidak terputus, dan tidak terjadi penggantian dan perubahan terhadap Al Quran. Jika sebagian orang mengerjakan kewajiban itu, maka kewajiban itu terbebas bagi yang lainnya. Jika tidak, maka semua umat Islam mendapatkan dosa. Jika dalam suatu negeri atau kampung tidak ada yang membaca Al Quran, maka semua penduduk negeri itu mendapatkan dosa. Jika ada sekelompok orang yang dapat mengajarkan Al Quran, kemudian ia diminta untuk mengajar, namun ia menolak, ia tidak berdosa menurut pendapat yang paling sahih. Seperti dikatakan oleh An Nawawi dalam kitab At Tibyan. Bentuk masalah ini adalah: jika sesuatu maslahat tidak hilang dengan penundaan itu maka ia dapat menolak. Sementara jika hilang, maka ia tidak boleh menolak permintaan itu39. Namun, apa yang yang dimaksud dengan mempelajari dan mengajarkan Al Quran? Yang dimaksud adalah: menghapal kata-kata dan huruf-huruf Al Quran dalam hati. Ini adalah tugas yang dilakukan oleh katatib (pondok-pondok penghapal Al Quran) pada masa lalu, dan sebagiannya masih ada hingga saat ini, sementara saat ini tugas itu dilakukan oleh sekolah tahfizh Al Quran. Itu dapat masuk dalam pengertian belajar dan mengajarkan Al Quran. Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa inilah yang dimaksud itu, bukan lainnya. Barangkali inilah rahasia mengapa orang amat memberikan perhatian terhadap penghapalan Al Quran, memuliakan para penghapalnya, dan menyiapkan hadiah serta pemberian uang yang banyak bagi para penghapal Al Quran. Sehingga ada sebagian 38 Muqaddimah tafsir al Qurthuby juz 1 hal 14-19, cet. Dar al Kutub al Mishriyyah. 39 Al Burhan juz 1/456 penghapal Al Quran yang mendapatkan hadiah dalam musabaqah yang diselenggarakan di Qathar sebesar lima puluh ribu rial, di tambah mobil yang lebih mahal dari jumlah itu. dan pada tahun kedua ia mendapatkan hadiah yang hampir sama dengan itu! Kecenderungan seperti inilah yang mendorong kami untuk mengkritik dalam buku-ku “Fi Fiqh al Awlawiyaat”, yaitu ketika saat ini tindakan menghapal Al Quran lebih dilihat penting dibandingkan dengan usaha untuk memahaminya. Para penghapal lebih dihormati dan lebih diperhatikan dibandingkan para faqih (ahli agama). Al Quran mendefinisikan tugas Nabi Saw adalah: “mengajarkan Al Quran dan Hikmah”, dalam empat ayat Al Quran40. Dan tentunya yang dimaksudkan dengan “mengajarkan” ini bukan “mengajarkan menghapal”, dengan dalil perintah itu diiringi dengan tugas membacakan ayat-ayat Al Quran kepada mereka: “Yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah.” (Ali Imran: 164). Maka mengajar lebih khusus dari membaca. Belajar dan mengajar inilah yang diungkapkan oleh sebagian hadits sebagai “tadaarus”. Dalam sahih Muslim dari Abi Hurairah r.a. bahwa Nabi Saw bersabda: “Setiap sekelompok orang berkumpul di suatu rumah Allah, membaca kitab Allah, dan mentadaruskan Al Quran di antara mereka, maka ketenangan akan diturunkan kepada mereka, dan mereka akan dipenuhi oleh rahmat Allah, dikelilingi para Malaikat, dan Allah SWT akan mengingat dan menyebut mereka yang hadir di majlis itu” 41. Makna tadarus Al Quran adalah: berusaha untuk mengetahui lafazh-lafazh dan redaksinya, pemahaman dan maknanya, serta ibrah yang dikandungnya, serta hukumhukum dan etika yang diajarkannya. “At Tadarus” adalah wazan tafa`ul dari ad dars, maknanya adalah: salah satu pihak atau beberapa pihak mengajukan pertanyaan, dan pihak lainnya menjawab pertanyaan itu, pihak ketiga mengkaji lebih lanjut, dan pihak selanjunya berusaha mengoreksi atau melengkapinya. Inilah yang dimaksud dengan tadarus. Tadarus inilah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw bersama utusan wahyu Jibril a.s. pada bulan Ramadhan setiap tahun. Seperti diriwayatkan oleh Ibnu Abbas s.a., saat Jibril turun kepada Rasulullah SAW, dan mentadaruskan Al Quran bersama beliau42. Mudarasah (pengkajian) Al Quran yang paling baik adalah yang dilakukan oleh dua pihak utusan Allah SWT yang mulia: utusan Allah SWT dari langit, dan utusan Allah SWT di bumi!. Dalam mempelajari Al Quran tidak cukup hanya dengan menghapal barisbarisnya, dan mengingat ayat-ayatnya, kemudian tidak memahami maknanya, meskipun tetap mendapatkan pahala dengan sekadar mengingat dan menghapalnya, sesuai dengan niatnya. Namun seharusnya ia berusaha untuk memahami –semampunya— apa yang diinginkan oleh Allah SWT darinya, sesuai kadar kemampuan daya tangkapnya: “Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya.” (Ar Raad: 17). 40 Yaitu Surah al Baqarah: 129, 151. Surah Ali Imran: 164. Dan surah Al Jumu`ah: 2. 41Hadits diriwayatkan oleh Muslim dalam Adz Dzikr (2699). 42Hadits diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas. Ini ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh `Uqbah bin Amir r.a., ia berkata: Rasulullah SAW keluar kepada kami saat kami berada di ash shuffah43, dan bersabda: “Siapa yang mau pergi pada pagi hari setiap hari ke daerah Buthhan –Atau ke Aqiq— kemudian mengambil dua unta yang gemuk dari sana, tanpa melakukan dosa atau membuat putus hubungan silaturahmi”? Kami menjawab: Wahai Rasulullah Saw, kami semua mau melakukan itu. Beliau bersabda: “Bukankah jika salah seorang kalian pergi ke mesjid pada pagi hari dan mempelajari –atau membaca— dua ayat dari Kitab Allah SWT lebih baik baginya dua unta, dan tiga ayat lebih baik dari tiga unta, empat ayat lebih baik dari empat unta, dan dari bilangan ayat-ayat itu lebih baik dari sejumlah unta dengan bilangan yang sama?!” 44. Bath-han adalah tempat dekat Madinah. Aqiq adalah lembah Madinah. Sementara Al Kauma adalah unta besar yang gemuk. Aku kira mempelajari dua tiga atau empat ayat di sini: tidak berarti menghapalkan huruf-hurufnya saja, namun yang dimaksud adalah mempelajari kandungan ilmu dan amalnya sekaligus. Oleh karena itu hadits itu mengurangi bilangannya, sehingga dapat dipahamai dan amalkan dengan lebih mudah. Inilah cara para sahabat r.a. dalam mempelajari Al Quran. Seperti telah kami jelaskan sebelumnya. Dan dengan cara seperti ini, ayat yang dipelajari oleh seorang Muslim akan menjadi cahaya dan bukti baginya pada hari kiamat. Seperti diriwayatkan oleh Abu Umambahwa Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mempelajari satu ayat dari Kitab Allah, niscaya ayat itu akan menyambutnya pada hari Kiamat sambil tertawa di hadapannya” 45. Tentang Mengambil Upah dalam Mengajarkan Al Quran. Para ulama berselisih pendapat tentang boleh tidaknya mengambil upah dari mengajarkan Al Quran. Sebagian ulama berpendapat: boleh mengambil upah dari mengajarkan Al Quran. Karena dalam sahih Bukhari diriwayatkan hadits: “Yang paling berhak untuk kalian ambil upahnya adalah mengajar Kitab Allah” 46. Dan ada yang mengatakan: jika ditentukan jumlahnya, maka tidak boleh. Pendapat ini dipilih oleh Al Halimi. Abu Laits berkata dalam kitab “Al Bustan”47: 43Shuffah adalah sebuah tempat yang berada di beranda masjid, yang dipergunakan sebagai tempat berdiam para sahabat muhajirin yang fakir miskin. Di antara mereka adalah sahabat Abu Hurairah r.a. Dan dengan kedekatan tempat mereka, terutama Abu Hurairah, dengan kediaman Rasulullah Saw –yang bertempat tinggal di samping masjid Nabawi—, ditambah dengan perhatian mereka yang hanya difokuskan untuk menerima dan mengakumulasi ajaran-ajaran dan sabda-sabda Rasulullah Saw, tanpa diganggu oleh aktivitas yang lain, Abu Huraiah r.a. menjadi sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi. Dan faktor yang terpenting lainnya adalah do`a Nabi Saw yang dikhusukan bagi Abu Hurairah r.a. agar dikuatkan hapalannya. penj. 44Hadits diriwayatkan oleh Muslim dalam Shalat al Musafirin (803). Catatan penerjemah: hadits ini juag diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya (16767), dan Abu Daud dalam sunannya (1244). 45 Al Haitsami berkata dalam Majma az Zawaaid (7/161): hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thabrani, dan para perawinya tsiqaat. 46 Dalam kitab Ath Thibb, dari hadits Ibnu Abbas. Mengajar dilakukan dengan tiga bentuk: pertama dengan tujuan untuk beribadah saja, dan tidak mengambil upah. Kedua: mengajar dengan mengambil upah. Ketiga: mengajar tanpa syarat, dan jika ia diberikan hadiah ia menerimanya. Yang pertama: mendapatkan pahala dari Allah SWT, karena itu adalah amal para Nabi a.s. Kedua: diperselisihkan. Sebagian ulama mengatakan: tidak boleh, dengan dalil sabda Rasulullah SAW: “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” 48. Sementara sebagian ulama lain berkata: boleh. Mereka berkata: yang paling utama bagi seorang pengajar adalah tidak menentukan bayaran untuk menghapal dan mengajarkan baca tulis, dan jikapun ia menentukan bayaran itu maka aku harapkan agar tidak dilarang, karena ia membutuhkannya. Sedangkan yang ketiga: dibolehkan oleh seluruh ulama. Karena Nabi Saw adalah pengajar manusia, dan beliau menerima hadiah mereka. Dan dengan dalil tentang seseorang yang tersengat hewan berbisa, kemudian dibacakan surah Al Fatihah oleh sebagian sahabat, dan orang itu selanjutnya memberikan hadiah beberapa ekor kambing atas perbuatan sahabat itu, dan setelah mengetahui itu Nabi Muhammad Saw bersabda: “Berikanlah aku bagian dari hadiah itu “49. Selesai50. Dalam hadits lain Rasulullah SAW membolehkan pengajaran itu dijadikan sebagai mas kawin bagi seorang wanita. Yaitu saat Nabi Muhammad Saw memerintahkan sahabat itu untuk mencari sesuatu yang dapat dijadikan mas kawin bagi sahabat itu, hingga sebentuk cincin dari besi sekalipun. Kemudian Rasulullah SAW menanyakan surah apa yang ia bisa. Ia memberitahukan beberapa surah yang ia hapal. Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda kepada sahabat itu: “Pergilah, aku telah sahkan perkawinanmu dengan mas kawin mengajarkan Al Quran yang engkau hapal” 51. Artinya dengan pengajaran Al Quran yang engkau lakukan kepada wanita itu. Ini semua adalah dalam masalah pengajaran Al Quran. Sedangkan membacanya tidak boleh menarik upah, karena hukum asal dalam membacanya adalah ibadah, dan dasar bagi seorang yang beribadah adalah agar ia beribadah bagi dirinya, maka bagaimana mungkin ia kemudian mengambil upah kepada orang lain dari ibadah yang ia lakukan kepada Rabb-nya, sementara ia mengerjakan itu semata untuk mendapatkan pahala dari Allah SWT?! Abdurrahman bin Syibl meriwayatkan dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda: “Bacalah Al Quran, amalkanlah isinya, jangan kalian menjauh darinya, jangan berlaku khianat padanya, jangan makan dengannya, dan jangan mencari kekayaan dengannya” 52. 47 Yaitu Bustan al Arifin karya Abi Laits Nashr bin Muhammad As Samarqandi, wafat pada tahun 375 H, dalam hadits-hadits yang terdapat dalam Etika-etika menurut syari`ah, serta perilaku-perilaku yang terpuji dan sebagian hukum cabang. (Kasyfu azh Zhunnun 243). 48Hadits diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, dan Tirmizi dari Abdullah bin Amru, seperti terdapat dalam Sahih Jami Shagir dan tambahannya (2837). 49 Sahih Bukhari: Kitab ath Thibb, dari hadits Ibnu Abbas. 50 Al Burhan karya Az Zarkayi juz 1/457/458. 51 Hadits muttafaq alaih, seperti terdapat dalam Al Lu’lu wa al Marjan (898). 52 Hadits diriwayatkan oleh Ahmad, Thabrani, Abu Ya`laa dan Baihaqi dalam Asy Sya`b, dan Ath Thahawi serta yang lainnya, seperti terdapat dalam Sahih Jami` Shagir dan tambahannya (1168). Imran bin Husain meriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw beliau bersabda: “Bacalah Al Quran dan mintalah kepada Allah SWT dengan Al Quran itu, sebelum datang kelompok manusia yang membaca Al Quran, kemudian meminta kepada manusia dengan Al Quran” 53. Sedangkan jika pembaca Al Quran diberikan sesuatu sadaqah, atau pemberian, maka tidak mengapa jika ia menerimanya, insya Allah. 53 Hadits diriwayatkan oleh Ahmad, Thabrani dan Baihaqi dalam Asy Sya`b, seperti terdapat dalam sumber di atas (1169).
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international voip calls